Jakarta – Realisasi kredit usaha kelautan dan perikanan hingga Agustus tahun ini masih sangat rendah. Dari anggaran Rp 1,35 triliun tahun 2018, realisasi yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) hanya Rp 150 miliar atau 11,1 persen.
“Padahal bunga pinjaman sangat rendah, yakni hanya 3-4 persen,” kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia Moh Abdi Suhufan, Senin (1/10).
Abdi mengatakan, pemanfataan dana murah untuk pelaku usaha kelautan dan perikanan belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya realisasi kredit yang diserap oleh pelaku usaha yang disalurkan LPMUKP.
Pelaku usaha kelautan dan perikanan, menurut Abdi, rata-rata belum memiliki rencana bisnis yang matang. Pendampingan manajemen bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan masih belum memadai.
Rendahnya realiasi disebabkan beberapa hal, seperti kurangnya sosialisasi skema penyaluran kredit kepada kelompok dan koperasi. “Kondisi manajemen usaha kelompok mayoritas masih konvensional dan ketakutan kelompok dalam mengakses dana pinjaman karena masa lalu mereka yang terbiasa dengan pola bantuan,” kata Abdi.
Menurut Abdi, kondisi usaha kelautan dan perikanan belum solid dan belum terbiasa dengan sistem perbankan. Untuk meningkatkan realisasi penyaluran, LPMUKP mesti menggiatkan sosialisasi skema ini dan memberikan pendampingan manajemen yang intensif kepada pelaku usaha.
Mesti ada kerjasama tenaga pendamping LPMUKP dengan penyuluh perikanan di lapangan. Selain itu, dengan konsultan keuangan mitra bank untuk mendampatkan profil calon nasabah yang baik dan jenis usaha yang layak dibiayai.
Pendampingan bukan saja pada aspek teknis dan manajemen, tapi pada pemberian wawasan dan motivasi bisnis kelautan dan perikanan. “Mereka kadang-kadang tidak percaya diri dengan bisnis yang dijalankan,” kata Abdi.
Peneliti DFW-Indonesia, Hartono mengingatkan agar LPMUKP mesti mempertimbangkan aspek pemerataan penyaluran kredit berdasarkan wilayah. “Kelemahan penyaluran di KUR mesti bisa dihindarkan dalam model LPMUKP ini dan skema ini harus sekaligus lebih unggul dari KUR,” kata Hartono.
Hartono mengatakan, pengelompokan atau segmentasi calon penerima kredit secara berjenjang yaitu kelompok, koperasi dan BPR yang dilakukan selama ini perlu dievaluasi. “Mesti ada identifikasi yang kuat, untuk prioritas nasabah yang akan menerima kredit dan ini sangat tergantung strategi LPMUKP akan menyasar segmen pelaku yang mana,” ujar Hartono.
Sampai saat ini, penyerapan dana LMUKP masih di dominasi kelompok dan koperasi di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara di Sulawesi Utara, belum ada realisasi pinjaman.*
Komentar tentang post