Darilaut – Berbagai kegiatan di perairan baik di laut dan sungai memiliki risiko kecelakaan. Begitupula dengan tumpahan minyak di perairan.
Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) berperan untuk menjaga kelestarian lingkungan maritime. Menurut Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad, tugas yang tak kalah pentingnya yang dilakukan oleh KPLP adalah menjaga kelestarian lingkungan maritim.
Hingga beberapa tahun mendatang minyak dan gas bumi masih akan menjadi bahan bakar utama yang digunakan umat manusia. Karena itu, pengeboran minyak bumi di lautan masih akan terus dilakukan.
Menurut Ahmad, dalam semua kegiatan yang dilakukan di perairan, baik itu kegiatan di laut maupun di sungai seperti kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi, serta kegiatan lainnya selalu ada risiko terjadinya kecelakaan.
Apalagi, kata Ahmad, padatnya lalu lintas kapal di seluruh perairan Indonesia sangat berpotensi terjadinya kecelakaan di laut dan berakibat terjadi tumpahan minyak yang mencemarkan atau merusak lingkungan laut dan sungai.
Untuk itu, Indonesia sangat memerlukan adanya sistem tindakan penanggulangan tumpahan minyak yang cepat, tepat, dan terkoordinasi.
Ahmad menjelaskan beberapa kejadian pencemaran laut yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat dan koordinasi yang akurat dengan berbagai instansi terkait antara lain adalah kejadian tumpahan Minyak di Balikpapan pada tanggal 31 Maret 2018 di Perairan Teluk Balikpapan.
Tumpahan minyak ini akibat dari kebocoran pipa bawah laut milik PT Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) V Balikpapan dari terminal Lawe-lawe, Penajam, Paser Utara menuju RU V di Balikpapan. Begitu pula dengan terjadinya tumpahan Minyak Platform YYA-1 milik PHE ONWJ terjadi pada tanggal 12 Juli 2019.
Selain itu, kata Ahmad, pencurian pipa dan kabel bawah laut mengakibatkan pemilik pipa dan kabel mengalami kerugian yang cukup besar akibat bocornya pipa dan kabel putus. Peningkatan trafik kapal yang semakin tinggi juga menjadi kendala dengan terjadi garukan jangkar.
Hal ini akibat tidak tertatanya penempatan pipa dan kabel, pemilik atau operator pipa/kabel tidak menginformasikan letak atau posisi pipa/kabel miliknya kepada syahbandar. Sehingga pada saat kapal melakukan lego jangkar di anchorage area tidak terinformasi.
Upaya-upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam melaksanakan pengamanan terhadap bangunan dan/atau instalasi di perairan.
Antara lain dengan memberikan ketentuan teknis penempatan, pemendaman dan penandaan terhadap bangunan dan instalasi di perairan yang akan dibangun dan telah dicantumkan pada surat izin membangun bangunan.
Pengamanan terhadap bangunan dan instalasi di perairan, menurut Ahmad, terbagi menjadi 2 bentuk. Bentuk pengamanan di atas air dan bentuk pengamanan di bawah air.
“Bentuk pengamanan di atas air dilakukan dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), Peta Laut Indonesia, sosialisasi kepada masyarakat maritim yang menggunakan perairan di sekitar area pipa dan kabel laut, serta penegakan hukum terhadap illegal anchoring dan patroli laut,” kata Ahmad.
Bentuk pengamanan di bawah air dengan cara memberikan proteksi pengamanan bawah air. Hal ini dilakukan dengan memperhitungkan kualitas proteksi dari potensi ancaman yang dapat merusak pipa dan kabel bawah laut dengan penempatan kabel sesuai peraturan yang berlaku, yakni ditempatkan di dasar perairan atau tidak melayang.
Upaya lain yang dilakukan, kata Ahmad, melalui kegiatan patroli dengan menggunakan armada kapal patroli milik Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Untuk itu, apabila diperlukan, para pemilik instalasi/bangunan di perairan dapat melakukan koordinasi dengan Direktorat KPLP.
Komentar tentang post