Darilaut – Fenomena La Nina lebih banyak dilihat dari dampak negatif. Padahal, sisi positif La Nina dapat dimanfaatkan untuk panen hujan dan surplus air tanah, peningkatan produktivitas pertanian yang memerlukan banyak air dan pemanfaatan telaga yang muncul selama tahun basah untuk budidaya ikan air tawar semusim.
Selama tiga bulan berturut-turut, hasil pemantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terhadap indikator laut dan atmosfer menunjukkan suhu permukaan laut Samudra Pasifik ekuator bagian tengah dan timur mendingin -0.5°C hingga -1.5°C. Hal ini diikuti oleh penguatan angin pasat.
Kuartal akhir tahun 2020 hingga awal 2021, kondisi iklim global dihadapkan pada gangguan anomali berupa fenomena La Nina dengan level intensitas mencapai “moderate” di Samudra Pasifik ekuator.
La Nina telah lama diketahui memiliki dampak yang bersifat global berupa peningkatan curah hujan di wilayah Pasifik barat meliputi Indonesia, sebagian Asia Tenggara, dan bagian utara Australia, Brazil bagian utara, dan sebagian pantai barat Amerika Serikat.
Namun kondisi ini menyebabkan pengurangan curah hujan di sebagian pantai timur Asia, bagian tengah Afrika, dan sebagian Amerika bagian tengah.
Sebagai bagian dari variabilitas sistem iklim global, La Nina dan El Nino berulang dan memiliki siklus 2-8 tahun. La Nina terakhir pada 2010 dimana untuk wilayah Indonesia dikenal sebagai tahun basah karena hampir terkesan tidak ada kemarau sepanjang tahun akibat curah hujan yang berlebih.
Komentar tentang post