Jakarta – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia telah mencanangkan 20 juta hektar kawasan perlindungan laut (marine protected area) dan melaksanakan berbagai upaya untuk mengembalikan kesehatan ekosistem laut. Antara lain, penegakan hukum terhadap praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing.
“Indonesia menetapkan target mengurangi 75 persen sampah plastik di laut yang akan dicapai pada tahun 2025,” kata Wapres saat memberikan sambutan pada pertemuan perdana Panel Tingkat Tinggi (PTT) untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan (Inaugural Meeting of the High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy) di Museum of Modern Art, New York, Amerika Serikat, Senin (24/9).
Wapres bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, menghadiri pertemuan tersebut sebagai “sherpa” (wakil pemerintah RI yang terlibat dalam seluruh persiapan pekerjaan Panel) mewakili Presiden Joko Widodo. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB di New York, Dian Triansyah Djani dan Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Muhammad Oemar.
Wapres mengatakan, laut adalah bagian dari sejarah, budaya dan identitas Indonesia. Karena itu, laut merupakan salah satu elemen penting bagi Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, sumber energi, ketahanan pangan dan kegiatan-kegiatan sosial.
Menurut Wapres, ekosistem laut Indonesia terancam rusak akibat penangkapan ikan secara berlebihan. Ini karena kebutuhan yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi masyarakat. Selain itu, pertumbuhan daerah yang tak terkendali telah menyebabkan kerusakan di berbagai wilayah pesisir.
Pemenuhan kebutuhan akan produk laut dan perikanan yang terus meningkat tidak dilakukan secara berkelanjutan. Untuk itu, Indonesia tengah mengupayakan langkah-langkah menjaga dan mengembalikan kesehatan laut.
Wapres berharap, PTT ini dapat menjadi wadah guna menyinergikan komitmen-komitmen politik terkait pembangunan kelautan yang berkelanjutan oleh berbagai forum-forum global, seperti forum UN Ocean Conference dan Our Ocean Conference (OOC). Penting bekerja sama dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan untuk mengembalikan kesehatan laut.
Menurut Wapres, OOC dan Archipelagic Island States Forum merupakan forum yang sangat tepat untuk memfasilitasi kerja sama dan kolaborasi melindungi ekosistem laut. Wapres mengundang para Kepala Negara untuk hadir di Our Ocean Conference 2018 di Bali tanggal 29-30 Oktober 2018 dan Archipelagc Island States Forum di Manado tanggal 1-2 November 2018.
“Kami mengundang para pemimpin negara untuk hadir dan menyatakan komitmen untuk melindungi ekosistem laut dalam dua forum yang akan diselenggarakan di Indonesia, yaitu Our Ocean Conference 2018 di Bali tanggal 29-30 Oktober mendatang dan Archipelagic Island States Forum di Manado pada tanggal 1-2 November 2018 ini,” katanya.
Pertemuan perdana ini dihadiri kepala negara dari 13 negara pantai (coastal state) anggota PTT, setelah pertama kali diumumkan oleh Perdana Menteri Norwegia, Erna Solberg, Januari 2018 lalu. PTT ini diketuai bersama oleh Perdana Menteri Norwegia, Erna Solberg dan Presiden Republik Palau, Tommy E. Remengesau. Adapun negara anggotanya antara lain Australia, Chili, Fiji, Ghana, Guinea, Jamaika, Jepang, Meksiko, Namibia, Norwegia, Palau, Portugal dan Indonesia.
PTT untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan bertujuan mengarusutamakan kepentingan menjaga kesehatan laut dalam mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. PTT ini akan menghasilkan laporan rekomendasi kebijakan tata kelola kelautan untuk mencapai ekonomi kelautan yang berkelanjutan (sustainable ocean economy), sesuai target Sustainable Development Goals (SDGs) 14 Life Below Water. Laporan tersebut akan disampaikan pada pertemuan United Nations Ocean Conference 2020 ke II di Portugal untuk diadopsi sebagai kebijakan internasional oleh PBB.
Dalam sambutannya, PM Norwegia Erna Solberg mengemukakan tiga aspek penting untuk mencapai ekonomi laut berkelanjutan. Pertama, pengetahuan yang mendalam tentang laut, yaitu bagaimana laut dapat memenuhi kebutuhan vital manusia seperti ketahanan pangan (food security), lapangan kerja, komunitas yang berkelanjutan (sustainable community) dan ketahanan terhadap ancaman dampak perubahan iklim.
Pengetahuan mendalam ini akan menjadi fondasi utama pekerjaan PTT guna mengidentifikasi ancaman terhadap laut dan status kesehatan ekosistemnya, serta potensi ekonomi industri kelautan, termasuk lapangan kerja yang dapat diciptakan, dan dampaknya terhadap ekosistem.
Kedua, memastikan transisi ke arah ekonomi laut yang berkelanjutan. PTT harus bersifat inklusif dan sejalan dengan prinsip-prinsip SDG 17 tentang Kemitraan Global untuk Mencapai Pembangunan Berkelanjutan. “Karena itu, Panel Tingkat Tinggi ini melibatkan pemerintah, dunia usaha, organisasi-organisasi lingkungan hidup, peneliti dan pakar-pakar kelautan,” kata Erna.
Ketiga, pengelolaan laut yang komprehensif berdasarkan kajian ilmiah yang aktual. Untuk itu, PTT akan didukung pakar-pakar dunia yang tergabung dalam Kelompok Ahli (Group of Experts). Kelompok ahli bertugas menyusun pandangan, mengidentifikasi solusi dan mengembangkan strategi untuk menerjemahkan solusi konkret.
Sementara itu, Presiden Republik Palau, Tommy E. Remengesau menjelaskan tiga poin penting mengenai PTT. PTT adalah panel politik, bukan panel teknis, sehingga harus menciptakan dampak yang luar biasa yang dapat dirasakan oleh seluruh negara.
Selain itu, menurut Tommy, PTT harus mendorong hasil yang konkret dan dapat dilaksanakan di lapangan, melalui dukungan politik yang kuat dan dukungan Kelompok Ahli dunia, yang harus dapat dicapai dalam waktu 2 tahun. PTT ini harus mampu berkontribusi dalam menerobos sekat-sekat yang ada yang terdapat dalam forum-forum kelautan internasional yang selama ini masih ada.*
Komentar tentang post