Darilaut – Seperempat dari semua spesies laut yang diketahui, hidup di terumbu karang (coral reef). Ekosistem ini mendukung lebih dari 1 miliar orang.
Hari Terumbu Dunia (World Reef Day) yang diperingati pada tanggal 1 Juni setiap tahun, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya terumbu karang bagi kesehatan planet.
Ilmuwan warga (Citizen scientists) yang terjun untuk konservasi laut juga berperan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang ekosistem terumbu karang.
Data dan informasi tersebut untuk Dekade Ilmu Kelautan PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan – United Nations Decade of Ocean Science for Sustainable Development (2021–2030) yang sedang berlangsung.
Mengutip Unep.org, wisatawan dari seluruh penjuru dunia tertarik pada keajaiban terumbu karang dan keanekaragaman hayatinya yang berwarna-warni. Para wisatawan dapat menjangkau lokasi terumbu karang yang paling terpencil sekalipun, dan mereka dapat menjadi sarana berharga untuk mengumpulkan data dan informasi ekosistem terumbu karang tersebut.
Terumbu karang melindungi garis pantai dari kerusakan yang meningkat dengan menyangganya dari gelombang, badai dan banjir, mencegah hilangnya nyawa, kerusakan harta benda dan erosi.
Dengan rekor suhu lautan yang membunyikan lonceng peringatan di antara mereka yang terlibat dalam perlindungan dan restorasi terumbu karang, kebutuhan akan data yang andal menjadi lebih penting dari sebelumnya.
Penurunan karang hidup sebesar 70–90 persen pada tahun 2050 dapat terjadi tanpa tindakan drastis untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C.
Namun mengingat luasnya, mempelajari dan menjelajahi lingkungan laut menghadirkan tantangan logistik dan keuangan.
Para ilmuwan saja tidak dapat mengumpulkan data yang cukup. Mereka membutuhkan lebih banyak mata, telinga, dan perspektif.
Di sinilah ilmuwan warga – melatih dan mengumpulkan data tentang karang dengan cara standar – dapat membantu mengisi kesenjangan dalam pengumpulan data dan menginformasikan pengambilan keputusan yang lebih baik.
Program sains warga juga bermanfaat bagi komunitas dan bisnis lokal dengan meningkatkan kesadaran akan masalah lingkungan, kata operator selam.
Banyak pelanggan yang ingin melakukan lebih dari sekadar rekreasi menyelam, mencari tujuan saat berlibur, dan ingin terlibat dalam mempelajari, melindungi, dan melestarikan laut.
Sementara pariwisata menonjol dalam Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan diidentifikasi sebagai sarana untuk mempromosikan penggunaan sumber daya laut dan pesisir yang berkelanjutan di masa depan. Terlalu banyak wisatawan yang datang ke satu tempat dapat menimbulkan konsekuensi negatif bagi ekosistem yang rapuh seperti terumbu karang.
Sebuah studi baru-baru ini di Hawaii menemukan korelasi antara degradasi terumbu karang dan sejumlah besar turis yang didorong ke lokasi populer oleh media sosial.
“Studi menunjukkan bahwa terumbu karang menderita dari pariwisata pesisir,” kata Leticia Carvalho, Kepala Program Kelautan dan Air Tawar Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP).
“Sementara citizen science dapat membantu mengumpulkan data penting tentang terumbu karang, pariwisata yang dikelola dengan buruk dapat secara tidak langsung berdampak pada terumbu karang melalui pembangunan dan polusi.”
“Snorkeling dan scuba diving, yang merupakan olah raga air utama yang berkaitan dengan terumbu karang, dapat secara langsung merusak koloni karang individu. Itulah mengapa sangat penting bahwa wisata terumbu karang dipandu oleh praktik terbaik dan dievaluasi secara teratur untuk memastikan keberlanjutannya,” kata Carvalho.
Komentar tentang post