Jakarta – Terumbu karang sangat rentan dengan sampah plastik. Bila terumbu karang terpapar plastik, akan mudah terkena penyakit.
Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Emenda Sembiring Ph.D mengatakan, peneliti di seluruh dunia menghasilkan karya ilmiah yang membuktikan pencemaran sampah plastik dan dampak sampah plastik pada lingkungan.
Lamb dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, melakukan penelitian 159 terumbu karang di Asia Pasifik menunjukkan yang tidak terpapar sampah plastik, kemungkinan terkena penyakit hanya 4 persen. Bila terumbu karang terpapar sampah plastik, kemungkinan terkena penyakit naik menjadi 89 persen. Riset tersebut telah dipublikasikan di Jurnal Nature tahun 2018.
Menurut Emenda, saat ini banyak orang membicarakan pencemaran sampah plastik di lingkungan. Puluhan video tersebar di media sosial dan media online menggambarkan pencemaran sampah plastik di laut.
Sejarah Plastik
Dalam laman Itb.ac.id, Emenda menguraikan sekilas sejarah plastik. Pada 1856, Alexander Parkes menemukan plastik menggunakan material alami, yaitu selulosa yang direaksikan dengan asam nitrat menjadi nitroselulosa.
Penemuan ini dianggap sebagai cikal bakal plastik. Kemudian, pada 1868, John Wesley Hyatt menemukan celuloid dengan cara menambahkan kapur barus sebagai plastisizer pada nitroselulosa. Terobosan penemuan plastik terjadi pada 1907, saat ahli Kimia Leo Baekeland menemukan bakelite. Penemuan ini merupakan penemuan plastik sintetik pertama.
Plastik ini diciptakan dengan cara mereaksikan fenol dengan formaldehida. Setelah penemuan bakelite, banyak sekali terobosan baru plastik sintetis. Berbagai karakteristik plastik antara lain bisa dibentuk sesuai dengan keinginan, tahan terhadap kotoran, tahan terhadap abrasi, tahan perubahan, konduktivitas listrik rendah, konduktivitas panas rendah, resistan terhadap korosif, kuat, rendah brittleness, hidrophobic dan persisten.
Menurut Emenda, penemuan plastik telah mengubah hidup manusia. Sedikit demi sedikit plastik mulai menggantikan material lain. Perkembangan teknologi molding menyebabkan banyak sekali material yang digantikan plastik.
“Sekarang ini hampir semua aktivitas manusia berinteraksi dengan plastik,” ujar Emenda, dalam pidato ilmiah “Plastik dan Mikroplastik: Tantangan Pengelolaan Lingkungan Kini dan Nanti” di acara Sidang Terbuka Peresmian Penerimaan Mahasiswa Baru (PPMB) Program Doktor, Magister, dan Program Profesi ITB Semester I Tahun Akademik 2019/2020 di Gedung Sasana Budaya Ganesha ITB, Kamis (15/8).
Asia Tenggara dan Pasifik merupakan wilayah penyumbang 60 persen sampah plastik yang tidak terkelola. Menurut penelitian Jambeck, dkk. pada 2015, kata Emenda, menunjukkan bahwa China (25,79 persen) dan Indonesia (10,73 persen) sebagai dua negara yang berkontribusi besar pada pencemaran sampah plastik di laut.*