Jakarta – Ekspor hasil perikanan secara serentak berkaitan dengan Bulan Bakti Karantina, Mutu dan Hasil Perikanan tahun 2019 dengan tujuan di 21 negara. Komoditi produk perikanan ini berada dalam 394 kontainer dengan total 8.938,76 ton, senilai Rp 588,79 milyar.
Negara tujuan ekspor masing-masing Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, Spanyol, Singapura, Sri Lanka, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Vietnam, Austria, Malaysia, Prancis, Puerto Riko, Italia, Belanda, Australia, Inggris, Denmark, dan Yunani.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti didampingi Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, dan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina memimpin langsung acara pelepasan Ekspor Raya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/7).
Empat pelabuhan lainnya, Tanjung Perak Surabaya, Tanjung Emas Semarang, Belawan Medan dan Soekarno Hatta Makassar. Kegiatan ekspor ini melibatkan 5 (enam) Unit Pelaksana Teknis (UPT) BKIPM di daerah, yaitu Balai KIPM Jakarta II, Balai KIPM Surabaya II, Balai KIPM Semarang, Stasiun KIPM Medan II, dan Balai Besar KIPM Makassar.
Komoditi yang diekspor berasal dari 147 perusahaan perikanan yang berada di wilayah Medan, Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Adapun komoditi perikanan yang diekspor yaitu frozen tillapia, baby octopus, crayfish, frozen shrimp, frozen whole cleaned cuttlefish, frozen whole round squid dan frozen black tiger shrimps. Kemudian frozen squid, frozen pomfret, frozen cuttle fish, frozen black pomfret, frozen threadfin fish, frozen sweetlip, frozen ribbon fish dan frozen shark fish. Selain itu, frozen squid, frozen catfish, frozen ribbon fish, various frozen tuna yellowfin fillet, frozen grouper fillet, frozen snapper fillet, frozen wahoo, frozen oil fish, frozen swordfish, frozen marlin dan frozen tuna.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, tumbuhnya usaha perikanan di Indonesia merupakan dampak positif dari upaya pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang digalakkan pemerintah beberapa tahun belakangan.
Tercatat, sejak 2014, KKP telah menenggelamkan 516 kapal pencuri ikan. Bahkan, di Semester I tahun 2019 saja, KKP telah berhasil menangkap 67 kapal pencuri ikan.
Pemberantasan IUU Fishing, menurut Susi, telah memberikan dampak positif terhadap Stok Ikan Nasional. Berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Kajiskan), Maximum Sustainable Yield (MSY) perikanan Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yaitu dari 7,3 juta ton di tahun 2015 menjadi 12,54 juta ton pada tahun 2017 atau meningkat sebesar 71,78 persen.
Peningkatan stok ikan ini akhirnya mendorong peningkatan ekspor komoditas perikanan. Tren ekspor produk perikanan Indonesia meningkat 45,9 persen, yaitu dari 654,95 ribu ton senilai USD 3,87 miliar pada 2015 menjadi 955,88 ribu ton senilai USD5,17 miliar di 2018.
“Tentu ini menjadi satu hal yang luar biasa. Di tengah tekanan ekonomi global yang melambat, ekspor komoditi perikanan Indonesia terus melaju,” ujar Susi.
Susi mengatakan, hingga saat ini, produk perikanan Indonesia telah diekspor ke lebih dari 157 negara di dunia. Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan utama.
Selain Amerika Serikat, negara lain yang masuk dalam 10 besar negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu Tiongkok, Jepang, Singapura, Thailand, Malaysia, Taiwan, Italia, Vietnam, dan Hong Kong.
Komoditas dominan yang dieskpor yaitu udang, tuna, cumi-cumi, rajungan, kepiting, gurita, kakap, dan kerapu.
Dengan keadaan ini, neraca perdagangan Indonesia menjadi yang nomor satu di Asia Tenggara. Tak hanya itu, Indonesia kini tercatat sebagai negara penyuplai ekspor tuna terbesar di dunia.
Melalui pelepasan Ekspor Raya Hasil Perikanan kali ini, Menteri Susi mendorong agar para pengusaha perikanan terus meningkatkan kepatuhannya untuk melaporkan hasil tangkapan dan ekspor yang sesuai. Dengan begitu, sektor perikanan akan menjadi sektor yang menarik bagi investor karena menyumbangkan surplus pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kalau pelaporannya kecil kemudian impornya banyak, terjadilah defisit. Negara ini juga akan kurang dihormati dan kurang diminati secara ekonomi. Nanti tidak ada lagi investor mau masuk ke Indonesia. Tetapi kalau pelaporannya benar, ekspornya juga benar, saya yakin investor akan banyak. Relasi-relasi daripada para pengusaha juga akan mudah didapat dan perbankan akan menurunkan suku bunganya,” ujarnya.*
Komentar tentang post