Darilaut – Sejumlah peradaban kuno muncul di lahan basah. Karena itu, sudah waktunya memprioritaskan penelitian, pelestarian, dan pemanfaatan situs-situs arkeologi lahan basah.
Bagi arkeolog, lahan basah (wetland) ibarat sebuah buku yang setiap halamannya berisi tentang budaya masa lalu dengan segala tingkat peradabannya.
Peneliti Senior Puslit Arkenas, Nurhadi Rangkuti mengistilahkan dengan “Arkeologi Lahan Basah” atau Wetland Archaeology. Menurut Nurhadi adanya peradaban kuno yang muncul dari lahan basah, sehingga sudah tiba waktunya memprioritaskan penelitian, pelestarian, dan pemanfaatan situs-situs arkeologi di lahan basah.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Arkeologi, Fadlan S. Intan mengatakan lahan basah dikenal sejak adanya Konvensi Ramsar pada tahun 1971 yang dihadiri oleh 18 negara. Konvensi Ramsar adalah perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan secara berkelanjutan.
Kemudian oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1991 telah dirativikasi dengan Keppres No. 48 Tahun 1991 tentang Pengesahan Convention On Wetlands Of International Importance Especially As Waterfowl Habitat.
Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Ramsar, maka Indonesia berkewajiban tidak hanya melakukan perlindungan terhadap lokasi lahan basah yang terdaftar dalam Situs Ramsar.
Komentar tentang post