Darilaut – Biogeografi adalah ilmu tentang pola distribusi dan keanekaragaman spesies serta keterkaitannya antar proses biologi-ekologi, evolusi dan kejadian-kejadian geologis yang saling mendukung dalam skala ruang dan waktu (Abrar, 2011).
Menurut Posadas et al., (2006) biogeografi memberikan gambaran sebaran dan distribusi suatu spesies yang akan memberikan penguatan terhadap mekanisme spesiasi.
Randall (1998) menyatakan bahwa biogeografi dapat menjelaskan kekayaan spesies ikan yang ada di wilayah Indo-Pasifik yang di antaranya termasuk Laut Cina Selatan dan Kawasan Segitiga Terumbu Karang yang terdiri atas 13.000 pulau di Indonesia, 7.000 pulau di Filipina dan terbentang sampai ke Solomon Island.
Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan alasan mengapa ikan di wilayah ini memiliki biodiversitas ikan yang tinggi dari sudut pandang biogeografis. Salah satu teori menurut (Randall, 1998), meliputi:
Stabilitas temperatur air laut selama periode glasial
Tingkat kepunahan pada biota lebih tinggi pada wilayah yang berada di lokasi lintang tinggi terutama pada perairan yang dipengaruhi oleh arus dengan suhu dingin, sedangkan bagian wilayah perairan yang berada dekat dengan ekuator memiliki temperatur yang stabil.
Struktur geologis
Luas wilayah Hindia Timur yang termasuk di dalamnya adalah wilayah segitiga terumbu karang, dengan luas antara 20° LU – 10° LS dan 95° BT – 160° BB tergolong sangat besar, sehingga sejalan dengan teori bahwa semakin besar area, semakin kecil kemungkinan terjadi kepunahan.
Ditambah dengan banyaknya pulau dengan bentuk insular shelf. Contohnya paparan Sunda, sebagai tempat bertemunya dua benua dengan perbedaan sejarah geologi yang menciptakan habitat perairan laut yang beraneka ragam seperti: muara besar, pesisir dan karang berbatu.
Selain itu, tanjung berbatu, hutan mangrove, dasar berlumpur, padang lamun, perairan dengan kombinasi salinitas rendah dan kekeruhan tinggi dan lain-lain.
Diversitas habitat ini yang menyebabkan banyak spesies yang hidup di wilayah segitiga terumbu karang.
Perkembangan larva
Tahap perkembangan larva ikan yang berada pada wilayah landas kontinen Asia, seperti paparan Sunda, berbeda dengan wilayah perairan lainnya. Hal ini karena kebanyakan ikan pada tahap perkembangan larva telah beradaptasi dengan wilayah yang kaya akan plankton, sehingga akan kesulitan pada proses perkembangannya di wilayah dengan produktivitas plankton yang rendah.
Kapasitas untuk menjadi habitat bagi larva ikan yang telah mengalami evolusi secara signifikan.
Menurut Randall, (1998) arus yang mengarah ke wilayah ekuatorial menjadi media pengantar spesies ikan karang dari berbagai wilayah yang telah mengalami evolusi sebelumnya.
Teori ini memiliki kemiripan dengan model pusat akumulasi (Bowen et al., 2013).
Berbeda dengan Randall (1998), Bowen et al., (2013) menggolongkan penyebab tingginya diversitas ikan di wilayah segitiga terumbu karang ke dalam tiga model yaitu:
(1) model pusat akumulasi (center of accumulation);
(2) model pusat tumpang tindih (center of overlap model); dan
(3) model pusat spesiasi (center of speciation model), di mana pada dasarnya sama dengan model pusat asal-usul (center of origin) dan sampai sekarang dikenal dengan tiga model utama.
Selain itu, mirip dengan tiga model tersebut, Bellwood et al., (2012) mengelompokkan model yang mendukung keanekaragaman ikan yang tinggi di wilayah terumbu karang khususnya kawasan Segitiga Terumbu Karang ke dalam lima model.
Dua di antaranya masuk dalam kategori tambahan/non-eksklusif, yaitu pusat pertahanan (center of survival/refugia) dan Mid Domain Effect (MDE)/null.
Sumber:
Fione Yukita Yalindua, jurnal Oseana, Volume 46, Nomor 1 Tahun 2021 dengan judul “Spesiasi dan Biogeografi Ikan di Kawasan Segitiga Terumbu Karang.”
Komentar tentang post