Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan lebih meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guna menghasilkan akurasi prakiraan iklim dan pelayanan cuaca maritim. Untuk itu, BMKG melakukan kerjasama dan kolaborasi dengan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) USA dengan dukungan U.S Embassy.
Indonesia memiliki luas perairan hampir mencapai 65 persen dari keseluruhan luas wilayahnya. Interaksi laut – udara di kawasan tropis sangat kompleks dan menjadi pendorong utama kejadian cuaca dan iklim ekstrem (seperti siklon tropis, kekeringan, banjir, puting beliung, dan gelombang tinggi).
Sesuai dengan UU Nomor 31 tahun 2009, BMKG memiliki mandat untuk memberikan pelayanan informasi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika guna meningkatkan keselamatan publik, transportasi dan infranstruktur masyarakat. BMKG dituntut untuk memberikan informasi cuaca, iklim, dan gempa bumi secara cepat, tepat dan akurat.
Terlebih lagi, saat ini, sering terjadi kejadian cuaca ekstrem sehingga perlu memberikan informasi peringatan dini cuaca dan iklim.
Kepala BMKG Prof Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D mengatakan BMKG tidak hanya memerlukan alat observasi yang handal. Tetapi perlu daya analisa yang handal pula karena saat ini terjadi perubahan iklim global. Perubahan iklim global ini mengakibatkan fenomena atmosfer dan ocean sangat cepat berubah. Contohnya di musim kemarau terjadi cuaca ekstrim.
“Kondisi ini menuntut BMKG untuk terus melakukan lompatan-lompatan inovasi dan kapasitas daya analisa dan instrumen teknologi,” kata Dwikorita dalam keterangan pers di Kantor BMKG, Kamis (28/6).
Menurut Dwikorita, sejak tahun 2006 BMKG-NOAA sudah berkolaborasi untuk proyek bersama perihal observasi di Samudera Hindia dan Training Workshop untuk peningkatan SDM pegawai BMKG.
Dalam kerjasama ini, BMKG secara rutin mengirimkan dua orang staf teknis (Forecaster/Analist) untuk melakukan training selama tiga bulan di kantor NOAA di Wasington DC dan kesempatan untuk sekolah program Master dan Doktoral di Amerika Serikat. “Tahun ini, BMKG berhasil melakukan lompatan inovasi prakiraan cuaca, yang tahun sebelumnya presisi untuk ketelitian tingkat kabupaten, tetapi tahun ini hingga tingkat kecamatan,” kata Dwikorita.
Sementara untuk peringatan dini, BMKG tahun ini sudah dapat memberikan peringatan dini 6 jam sebelum kejadian, yang sebelumnya hanya mampu 3 jam sebelum kejadian.
Dwikorita menjelaskan setiap tahun, melalui kerjasama dengan NOAA, BMKG melakukan pemeliharaan buoy guna pengamatan cuaca dengan mengirimkan tim ekspedisi untuk melakukan pengamatan di Samudra dan pemeliharaan buoy untuk meningkatkan keakurasian data cuaca dan iklim.
Perwakilan dari NOAA, Sidney Thurston, Ph.D mengemukakan bahwa kegiatan 13th Annual Indonesia-U.S. Ocean and Climate Observations, Analysis and Applications Partnership Workshop ini untuk membangun kerjasalan dalam observasi global di Samudera Hindia untuk penelitian dan prakiraan cuaca dan iklim.
Kegiatan ini, untuk meningkatkan daya analisis BMKG untuk prediksi cuaca lebih panjang, tidak hanya sekedar tiga hari atau enam hari ke depan. Tetapi dapat mencapai dua minggu kedepan, tiga minggu ke depan. Bahkan enam minggu ke depan. Karena akhir-akhir ini terjadi fenomena cuaca yang dipengaruhi adanya MJO (Madden Julian Oscillation).
Dwikorita mengharapkan kerjasama ini dapat meningkatkan daya analisis dan analisis numerik berbasis data sehingga ada peningkatan kualitas data. Selain itu, dengan adanya peningkatan kualitas alat dan observasi, pengamatan di Samudra yang dulunya hanya melalui pengamatan satelit dan radar, saat ini sedang ditingkatkan big data dan artificial intelligence. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan data yang lebih akurat untuk satu tahun ke depan.
Tahun ini, BMKG menyelenggarakan 13th Annual Indonesia-U.S. Ocean and Climate Observations, Analysis and Applications Partnership Workshop. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama BMKG dengan NOAA, USA dengan mengambil tema “Improving Seasonal Predictability and Marine Weather Services Capacity Over Maritime Continent“.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guna menghasilkan tingkat akurasi prakiraan iklim dan pelayanan cuaca maritim.
Pembukaan workshop dihadiri Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D sebagai Kepala BMKG, Susan Shultz dari US Embassy, Acting Deputy Chief of Mission Perwakilan Kedutaan Amerika Serikat dan Sydney Thurston, Ph.D. dari Overseas Program Development NOAA sebagai perwakilan pakar dan narasumber acara.
Kegiatan yang dilakukan selama dua hari dari 27-29 Juni di Hotel Grand Mercure Jakarta ini menghadirkan para pakar iklim dan kelautan dari NOAA dan Universitas di Amerika, serta peserta workshop yang diikuti 35 forecaster Klimatologi dan 25 forecaster Meteorologi Maritim termasuk dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan BMKG dan Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG).*
Komentar tentang post