Darilaut – Tren peningkatan curah hujan ekstrem di Indonesia berkorelasi langsung dengan kenaikan suhu permukaan dan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK).
Dampak perubahan iklim, seperti mencairnya gletser di Papua dan naiknya suhu muka air laut, memicu bencana hidrometeorologi ekstrem, seperti banjir yang melanda Jabodetabek awal Maret 2025.
Untuk itu, Plt. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menjelaskan pentingnya pemahaman mendalam tentang pengaruh iklim dan cuaca terhadap kehidupan manusia.
Hal ini diperlukan agar seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat dapat melakukan mitigasi, pencegahan, dan pengurangan risiko bencana secara efektif.
“Kekeringan dan banjir adalah dua sisi mata uang dari perubahan iklim. Keduanya akan semakin parah dan terus berlanjut setiap tahunnya,” ujar Dwikorita dalam Webinar Nasional bertajuk ‘Refleksi Banjir JABODETABEK: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem’ di Jakarta, Senin (24/3).
Kegiatan ini dirangkai dengan Peringatan Hari Meteorologi Sedunia (World Meteorological Day) ke-75.
Dwikorita mengingatkan bahwa perubahan iklim telah mencapai tahap kritis. Data BMKG menunjukkan periode 2015-2024 adalah yang terpanas dalam sejarah, dengan tahun 2024 mencatat anomali suhu sebesar 1,55 derajat celcius di atas rata-rata pra-industri, melampaui kesepakatan Paris.