Darilaut – Gempabumi Magnitudo 5,8 yang berada di Selat Makassar dan mengguncang Sulawesi Barat, Rabu (8/6) siang, berasosiasi dengan sesar aktif.
Berdasarkan lokasi pusat gempa bumi, kedalaman, dan data mekanisme sumber (focal mechanism) dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan GFZ Jerman, kejadian gempa tersebut berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif, mekanisme sesar mendatar dengan komponen naik.
Data Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, wilayah Sulawesi Barat secara umum didominasi oleh struktur geologi berupa jalur lipatan dan sesar naik (fold thrust belt) berarah relatif utara – selatan.
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, melalui laman vsi.esdm.go.id, sesar naik ini tergolong sudut landai dan blok bagian timur relatif bergerak naik terhadap blok bagian barat bidang sesar.
Hasil analisis, jalur sesar naik ini berasosiasi dengan lipatan yang banyak terdapat di bagian barat Provinsi Sulawesi Barat. Jalur sesar naik ini diperkirakan menerus ke arah darat.
Kejadian gempa ini tidak menimbulkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut. Hal ini karena tidak mengakibatkan terjadinya deformasi dasar laut yang dapat memicu terjadinya tsunami.
Menurut data Badan Geologi daerah pantai Sulawesi Barat tergolong rawan terhadap bencana tsunami, dengan potensi tinggi tsunami di garis pantai berkisar mencapai 3,85 m.
Wilayah yang terletak dekat dengan lokasi pusat gempa adalah Kabupaten Kabupaten Mamuju dan sekitarnya. Wilayah ini umumnya merupakan morfologi perbukitan hingga perbukitan terjal, lembah dan dataran pantai yang tersusun oleh batuan berumur Pra Tersier.
Batuan ini terdiri dari batuan metamorf, meta sedimen. Kemudian, tersier berupa batuan sedimen, batugamping, gunungapi. Endapan Kuarter, terdiri dari endapan pantai dan aluvial.
Sebagian batuan berumur Pra Tersier dan Tersier tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan Kuarter dan batuan berumur Pra Tersier dan Tersier yang telah mengalami pelapukan tersebut bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan guncangan gempa.
Selain itu morfologi perbukitan yang tertutup oleh batuan berumur Pra Tersier dan Tersier yang telah mengalami pelapukan akan berpotensi terjadi gerakan tanah/ longsoran apabila dipicu guncangan gempabumi kuat di daerah ini.
Kejadian gempa merusak tanggal 15 Januari 2021 yang lalu memicu terjadinya gerakan tanah tipe jatuhan batu yang menutup jalan trans Sulawesi dengan material bongkahan batugamping.
Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami – BMKG, Daryono, melalui akun Twitter @DaryonoBMKG, mencatat sembilan gempa merusak dan tsunami di wilayah tersebut.
Menurut Daryono sembilan gempa merusak dan tsunami di pesisir Sulawesi Barat pernah terjadi pada 23 Desember 1915, 11 April 1967 (M6,3) tsunami, 23 Feb 1969 (M6,9) tsunami.
Kemudian, pada 6 September 1972 (M5,8) tsunami, 8 Januari 1984 (M6,7), 7 November 2020 (M5,3). Selanjutnya, pada 14 Januari 2021 (M5,9), 15 Jan 2021 (M6,2) dan 8 Juni 2022.
Komentar tentang post