Jakarta – Indonesia dan Jepang sedang menjajaki rencana proyek pembangkit energi listrik OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) atau konversi energi termal lautan di Indonesia. OTEC sebagai salah satu solusi sumber ketahanan energi listrik yang bersumber dari laut.
Penjajakan kerja sama Indonesia-Jepang akan dimulai dengan membangun pilot plant pembangkit OTEC berkapasitas 1 MW dengan teknologi Amonia dan Hidrogen. Penelitian ini dipilih mengingat pengunaan Amonia dan Hidrogen telah diaplikasikan di sejumlah pembangkit OTEC, antara lain, pilot plant OTEC berkapasitas 1 MW yang dibangun di Kiribati.
“Pihak Jepang diharapkan dapat segera menyusun proposal konsep penelitian dan pengembangan teknologi OTEC antara Jepang dan Indonesia untuk diusulkan kepada Menteri ESDM,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) FX Sutijastoto saat membuka the Indonesia-Japan Business Meeting for OTEC Pilot Project in Indonesia di Jakarta, Kamis (25/10) pekan lalu.
Delegasi Jepang pada kesempatan tersebut dipimpin oleh Deputy Director of Institute of Ocean Energy, University Saga, Yasuyuki Ikagami didampingi empat pimpinan perusahaan Jepang yang akan turut mendukung pengembangan teknologi OTEC di Indonesia.
Yasuyuki mengatakan, kerja sama Jepang dengan Indonesia bermakna penting, karena Indonesia memiliki laut yang berpotensi besar untuk pengembangan OTEC. Indonesia mempunyai panjang garis pantai dengan kedalaman cukup untuk pengembangan teknologi OTEC.
“Indonesia juga mempunyai Zona Ekonomi Eksluksif yang amat luas dan jarang terjadi badai, sehingga menjadikan Indonesia menjadi lokasi terbaik dalam mengembangkan Teknologi OTEC,” katanya.
Jepang termasuk salah satu negara yang cukup gencar mengembangkan teknologi OTEC karena merupakan energi bersih yang stabil dan tanpa asap, sehingga dapat mengurangi emisi karbon.
Universitas Saga telah melakukan penelitian dan pengembangan OTEC sejak tahun 1980. Salah satu pembangkit listrik berbasis OTEC telah dibangun di Komuji, Jepang berkapasitas 1.100 kW.
Sehari sebelumnya tim ini telah mendiskusikan rencana kegiatan dengan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan di Bandung. Tim OTEC P3GL bersama delegasi Jepang telah menyusun roadmap penelitian yang akan dimulai dari tahun 2013 sampai 2022.
Kegiatan yang diusulkan antara lain, pemetaan regional di perairan Indonesia yang dapat digunakan sebagai area instalasi OTEC. Tim Jepang dan Indonesia sepakat untuk menetapkan tiga lokasi yang potensial untuk dikembangkan, diantaranya Bali, Sulawesi Utara (Manado) dan Sumatera Barat.
Terdapat tiga tahapan roadmap dalam kerja sama ini, yaitu kapasitas 100 kW untuk skala demo/eksprerimen, 1 MW untuk Pilot Plant dan 10 MW untuk Komersial. Universitas Saga mengembangkan teknologi hybrid untuk pengembangan OTEC.
Produk teknologi OTEC Hybrid ini seperti fresh drinking water, fish resources recovery (TAKUMI in Yokohama) yang dapat membangkitkan listrik.
Badan Litbang ESDM, sejak tahun 2012, melalui Pusat Penelitian dan pengembangan Geologi Kelautan telah melakukan beberapa survei untuk mengidentifikasi potensi OTEC di laut Bali Utara, Selat Lembata, Selat Makassar, Laut Flores dan laut Sulawesi Utara. Survei dengan kapal Riset Geomarin III menunjukkan sejumlah lokasi tersebut memiliki potensi energi hingga 41 GW.
Potensi terbesar berada di Laut Flores yang membentang dari perairan Bali Utara hingga Bima Utara. Hasil pemetaan energi laut telah diluncurkan pada tahun 2014.
OTEC adalah metode untuk menghasilkan energi listrik dengan menggunakan perbedaan temperatur di antara laut dalam dan perairan dekat permukaan untuk menjalankan mesin kalor. Efisiensi dan energi terbesar dihasilkan oleh perbedaan temperatur yang paling besar.
Perbedaan temperatur antara laut dalam dan perairan permukaan umumnya semakin besar jika semakin dekat ke ekuator. Pada awalnya, tantangan perancangan OTEC adalah menghasilkan energi yang secara efisien dengan perbedaan temperatur yang sekecil-kecilnya.*
Komentar tentang post