Darilaut – Butuh data yang panjang untuk mendapatkan pola yang stabil untuk mengetahui pergerakan dan distribusi empat ikan tuna komersial, seperti albacore (ALB), bigeye (BET), yellowfin (YFT) dan skipjack (SKJ) di perairan Indonesia.
Hal ini karena lingkungan laut dapat dipengaruhi musim dan juga variabilitas iklim seperti El Nino dan La Nina.
“Ketika menggunakan data tangkap, analisisnya akan lebih kompleks, karena berbeda alat tangkap maka hasilnya pun tidak bisa sama,” ujar peneliti ahli madya Pusat Riset Komputasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Emiyati.
“Di sini, jika kita menggunakan data koordinat, kita hanya menghitung peluangnya saja dan besar peluangnya di atas 90 persen.”
Emiyati mengambil data yang panjang agar dapat melihat semua kondisi fenomena yang terjadi di wilayah kajian.
Dari habitat, Emiyati bisa melihat fluktuasi dari pola musiman. Contohnya, untuk jenis albacore pada Juni, Juli, Agustus ada di sekitar Selatan Pulau Jawa, dan untuk bulan Juni ada sedikit di laut Banda.
Kemudian pada September, Oktober, November dia bergerak dari Selatan ke arah Barat Pulau Sumatra. Di sini ada pola existing.
Potensi distribusi spasial keempat tuna tersebut adalah spesies yang sebagian besar diamati di sekitar laut Selatan Jawa, dengan ikan cakalang (skipjack) adalah spesies yang paling sering ditemui di Benua Maritim.