Melalui karyanya, Pram tidak hanya menyajikan kritik terhadap kolonialisme, tetapi juga mengajak untuk merefleksikan ulang arah bangsa setelah kemerdekaan.
Imajinasi historis yang ditawarkan, menjadi alat penting untuk memahami identitas nasional dan mencari jalan keluar dari kemunduran sosial serta politik yang terus berulang.
Selanjutnya, Sumit Mandal dari National University of Singapore (NUS) menyoroti tentang keberagaman etnis dan budaya yang diakui sejak awal pembentukan negara bangsa seperti Indonesia dan Malaysia, tetapi dipahami dengan cara berbeda.
Menurut Sumit, Indonesia mengedepankan nasionalisme yang menyamaratakan identitas, sementara Malaysia mempertahankan identitas etnis secara terpisah.
“Pram dianggap sebagai penulis yang menawarkan pemahaman unik tentang keberagaman Indonesia. Ia melihat Indonesia sebagai hasil proses sejarah panjang yang mencakup berbagai pengaruh budaya, termasuk Cina,” ujar Sumit.
Dalam karyanya seperti Hoa Kiau di Indonesia, Pram menegaskan, masyarakat Cina merupakan bagian integral dari sejarah Indonesia bukan sekadar minoritas yang terpinggirkan.
Tulisan Pram mencerminkan perspektif “nasionalis” yang fokus pada pembentukan masyarakat negara bangsa.
Pram juga mengaburkan batas antara sejarah dan fiksi. Dan meyakini bahwa sejarah harus ditulis dengan kreativitas agar lebih menarik dan membangkitkan kesadaran.