AWAK kapal perikanan atau nelayan buruh di Indonesia bukan hanya terjerat siklus utang berkepanjangan. Mereka beraktivitas di atas laut untuk menangkap ikan, tanpa perjanjian kerja laut (PKL).
Padahal PKL ini sebagai pedoman bagi pemilik kapal dalam bisnis perikanan. Karena PKL ini diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 tahun 2016 tentang Perjanjian Kerja Laut bagi Awak Kapal Perikanan.
Hasil penelitian menemukan bahwa sangat sedikit awak kapal perikanan yang memiliki PKL secara tertulis. Penelitian ini dilakukan tim dari Universitas Coventry bekerja sama dengan Center for Sustainable Ocean Policy (CSOP) Universitas Indonesia, International Organization for Migration (IOM) Indonesia dan Dina Nuriyati.
Nelayan buruh ini dibayar dengan sistem bagi hasil (profit share). Mekanisme sistem bagi hasil ini membawa risiko keuangan tambahan. Sebab, selama tidak ada aktivitas penangkapan ikan, itu artinya para awak kapal tidak memperoleh penghasilan.
Begitu pula bila dalam pelayaran terjadi kerusakan mesin atau tempat penyimpanan ikan. Padahal, mereka harus menanggung sendiri biaya hidup di atas kapal.
Bila tak punya uang, ini akan menjadi utang. Utang atau kas bon akan menjadi jaminan bahwa mereka harus menyelesaikan pekerjaan hingga selesai.
Komentar tentang post