EDI ISWANTO (48 tahun) duduk di atas jaring ikan yang ada di geladak kapal ikan. Kapal ini sedang sandar di Pelabuhan Pendaratan Ikan Poumako, Kabupaten Mimika, Jumat 17 Mei.
Kapal ikan ini belum bisa bergerak ke tengah laut. Edi bersama anak buah kapal lainnya masih memperbaiki beberapa kerusakan di kapal ikan itu.
Di Pelabuhan Poumako, Timika, terdapat puluhan kapal ikan sandar berjejer di dermaga. Umumnya kapal-kapal ikan ini berasal dari sejumlah pelabuhan pangkalan di Pulau Jawa.
Begitu pula dengan nelayan yang bekerja di kapal ikan tersebut. Seperti Edi, nelayan yang berasal dari Tegal.
Sebelum tiba di Poumako, Edi menumpang kapal Pelni dari Tanjung Priok menuju Dobo, Kepulauan Aru. Selanjutnya, dengan kapal perintis menuju Timika.
Sebagai nelayan buruh, sebelum berangkat, Edi diberikan pinjaman hutang sebesar Rp 7,7 juta dan ongkos tiket kapal laut. Utang ini nantinya akan dipotong dari tangkapan ikan, dengan sistem bagi hasil.
Baik sistem bagi hasil dan upah nelayan buruh ini tidak menguntungkan nelayan. Karena mulai proses rekrutmen nelayan sudah dibebankan dengan utang.
Ketidakpastian model pengupahan bagi nelayan buruh ini membuat mereka sering berganti-ganti kapal ikan. Apalagi, mereka dipekerjakan tanpa perjanjian kerja secara tertulis.
Komentar tentang post