Darilaut – Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) atau Council of Rectors of Indonesian State University (CRISU) sedang merumuskan bentuk kampanye di kampus pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK membolehkan untuk menggunakan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Wakil Ketua MRPTNI Prof. Dr. Eduart Wolok, mengatakan, Majelis Rektor sudah membentuk tim untuk merumuskan putusan MK tersebut.
Namun, Prof. Eduart mengingatkan bahwa kampanye ini dijalankan dengan menjaga netralitas dan otonomi kampus.
Kampus sebagai tempat yang netral dan ini harus dijaga, kampus tetap otonom, kata Prof. Eduart yang juga Rektor Univeristas Negeri Gorontalo (UNG).
Sejauh ini, menurut Prof. Eduart, Majelis Rektor berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai pelaksanaan kampanye di tempat pendidikan.
“Koordinasi ini mengenai sejauh mana batasan yang dibolehkan dengan tidak menghilangkan netralitas dan otonomi kampus,” ujarnya.
Rektor menjelaskan bahwa ada kekhawatirkan kampus akan terseret dalam politik praktis. Menurut Prof. Eduart, kampanye di kampus lebih pada diskusi atau pembahasan mengenai gagasan.

“(Kampanye di kampus) tidak boleh mengganggu aktivitas belajar dan menjamin netralitas,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU UU Pemilu) yang diajukan oleh Handrey Mantiri, pada Selasa (15/8/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Para Pemohon mempersoalkan ihwal larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, yang diatur dalam Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi, saat mengucapkan amar Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023.
MK dalam amar putusan tersebut juga menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu sepanjang frasa ”Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Selain itu, MK menyatakan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “mengecualikan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”.
Dengan demikian, maka Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, “menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”.
Komentar tentang post