Jakarta – Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberi perhatian khusus pada kasus penambangan pasir di Pulau Citlim, Moro-Tj Balai Karimun, Kepulauan Riau (Kepri).
Dalam kasus penambangan pasir, Tim BPSPL telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) pada Kamis (26/7) pekan lalu. Hal ini terkait dengan status izin operasional pertambangan yang ada di Pulau Citlim sebagai tindak lanjut atas laporan dari Panglima Armada Barat, perihal adanya dugaan pengangkutan hasil tambang pasir ilegal dari pulau tersebut.
BPSPL Padang melakukan pengumpulan bahan di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri dan Dinas Pertambangan, Energi dan Sumberdaya Mineral Kepri.
Tim BPSPL Padang memperoleh informasi bahwa di dalam penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) tidak mengakomodir bagian darat. Tambang yang dimaksud merupakan tambang pasir darat dan pengelolaan, serta pemanfaatannya mengacu pada RTRW yang sudah ada sebelum penyusunan RZWP3K. Di kawasan Pulau Citlim tidak ada perizinan tambang pasir laut.
Di Dinas Pertambangan, tim memperoleh informasi, terdapat 8 perusahaan tambang pasir darat yang memiliki izin di Karimun. 5 perusahaan diantaranya sudah dalam tahap operasional produksi, 2 perusahaan dalam tahap WIUP dan 1 dalam tahap eksplorasi.
Semua perusahaan dalam status aktif. Lima perusahaan yang dalam tahap operasional produksi di Pulau Citlim saat ini dalam tahap sanksi administrasi pemberhentian operasional sementara selama 6 bulan sejak surat sanksi diterbitkan oleh Dinas Pertambangan.
Hal tersebut merupakan upaya pembinaan oleh Dinas Pertambangan terhadap perusahaan yang belum melunasi kewajiban jaminan reklamasi dan pasca tambang sesuai ketentuan berlaku. Apabila sanksi dilanggar, maka kegiatan yang dilakukan selama 6 bulan sanksi termasuk dalam kegiatan ilegal.
Didalam surat pemberhentian sementara disebutkan perusahaan sementara dihentikan untuk melakukan kegiatan meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengangkutan, pengolahan, pemurnian dan penjualan komoditas mineral.
Namun, Dinas Pertambangan tidak mendapatkan informasi terkait perusahaan yang melakukan pengangkutan. Karena itu, perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut ke KSOP setempat.
Bekas lahan tambang yang ada di Kepri merupakan dampak dari perizinan ekspor pasir dari tahun 90-an. Perizinan ekspor pasir pada era itu tidak mewajibkan adanya jaminan reklamasi pada bekas tambang tersebut kepada perusahaan tambang. Saat ini, sudah ada regulasi yang mengatur kewajiban jaminan reklamasi dan pasca tambang kepada perusahaan.
Adapun 5 perusahaan yang memiliki status opersional produksi adalah PT Berkah Maju Bersama, PT Alam Indah Purnama Panjang, PT Asa Tata Mardivka, PT Jeni Prima Sukses dan PT Citra Sindo. Terdapat 1 perusahaan yang dalam status eksplorasi yaitu PT Berkah Tambang Resources dan 2 perusahaan yang berstatus WIUP adalah PT Sastria Narendra Gautama dan PT Suaras Anugerah Manggala.
Tim BPSL Padang bergerak untuk berkoordinasi dengan Lanal TNI Angkatan Laut dan diketahui bahwa perusahaan yang ditangkap adalah kapalnya PT X yakni perusahaan yang telah dikenakan sanksi, tapi tetap beroperasi. Diperoleh informasi ada 2 perusahaan lagi yang masih melakukan kegiatan dalam status terkena sanksi.
Sebagai tindak lanjut, tim BPSPL Padang akan berkoordinasi lebih lanjut dengan PSDKP dan Bareskrim, serta perangkat desa setempat. *
Komentar tentang post