Darilaut – Peneliti ahli utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian, mengatakan, La Nina memiliki sifat berlawanan dengan El Nino.
La Nina cenderung menyebabkan peningkatan curah hujan, sementara El Nino biasanya mengurangi curah hujan.
Hasil pengamatan menunjukkan, Indonesia secara konsisten mengalami anomali hujan pada April hingga Desember. Hal ini telah diamati sejak 1961 hingga 1993.
“Indonesia merupakan daerah pintu masuk dari El Nino. Anomali tinggi muka laut di wilayah Indonesia menunjukkan korelasi negatif dengan indeks El Nino di Samudra Pasifik,” kata Edvin, pada BRIN Insight Every Friday (BRIEF), Jumat (23/8).
Edvin mengatakan Samudra Pasifik memiliki sifat dari suhu yang terus naik akibat dari El Nino dan La Nina, serta pemanasan global.
Saat La Nina, suhu permukaan laut di bagian tengah dan timur Samudra Pasifik menjadi lebih dingin dari biasanya. Fenomena ini menurutnya, berdampak besar terhadap pola cuaca di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
“Dampak La Nina tidak hanya terbatas pada perubahan pola hujan, tetapi juga memengaruhi sektor pertanian, perikanan, dan ekosistem laut,” tuturnya.
Melalui Great Ocean Conveyor Belt, yaitu sebuah sistem sirkulasi arus laut bumi yang terus bergerak dan memengaruhi distribusi panas di seluruh permukaan bumi, kata Edvin, perpindahan panas yang terjadi di Indonesia lalu berpindah ke Samudra Pasifik tengah.