Darilaut – Untuk pertama kalinya, perilaku alami dan unik tarsius endemik di Kepulauan Togean, Teluk Tomini, terekam kamera jebak.
Rekaman ini berasal dari kamera video yang dipasang di kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean dan sekitarnya di Sulawesi Tengah.
Dari rekaman video tersebut, terlihat primata ini melompat dari satu dahan ke dahan yang lain.
Rekaman lainnya, terlihat tarsius melakukan vokalisasi, bahkan berinteraksi dengan individu tarsius di kawasan tersebut.
Satwa ini bahkan terlihat beraktivitas di atas tanah, suatu perilaku yang tergolong unik untuk satwa arboreal.
Tarsius yang hidup di Taman Nasional Kepulauan Togean ini dengan nama ilmiah Tarsius niemitzi. Dalam status International Union for Conservation of Nature (IUCN), tarsius ini terancam punah atau endangered. Artinya, berdasarkan IUCN masuk kategori merah.
Misteri Tarsius Togean
Spesies tarsius di Kepulauan Togean memiliki ukuran tubuh yang serupa dengan jenis-jenis tarsius pada umumnya yang ada di pulau Sulawesi. Warna alami mirip dengan Tarsius dentatus dari daratan Sulawesi.
Namun, salah satu karakter unik dari Tarsius niemitzi adalah “nyanyian” duet antara jantan dan betina yang dianggap paling sederhana dari tarsius yang lain. Satu cuitan dari tarsius betina diikuti dengan dua atau tiga cuitan dari jantan.
Satwa ini biasa tinggal di dalam batang pohon yang berongga atau rimbun.
Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan Togean, Bustang, mengatakan terekamnya tarsius melalui kamera jebak ini bisa menjadi jendela untuk mengintip perilaku alami satwa tersebut.
Hingga saat ini belum ada penelitian ekologi terhadap spesies ini, sehingga perilaku dan preferensi habitat Tarsius niemitzi masih menjadi misteri.
Diperkirakan tarsius ini tersebar di seluruh Kepulauan Togean kecuali Pulau Una-Una. Namun, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan wilayah distribusi jenis tarsius ini.
Menurut Bustang masih banyak kekayaan hayati di Kepulauan Togean yang belum tersingkap. Sehingga sangat diperlukan penelitian-penelitian di wilayah Taman Nasional Kepulauan Togean.
Selain itu, kata Bustang, kegiatan sosialisasi terhadap masyarakat sekitar kawasan Togean diperlukan untuk meningkatkan wawasan tentang hewan primata tersebut. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat punya kesadaran yang tinggi untuk menjaga dan melestarikan primata yang dilindungi dan terancam punah tersebut.
Kamera Jebak
Kamera jebak yang merekam tarsius ini adalah perangkat yang dipasang oleh Agus Jati, mahasiswa program doktoral dari Universitas Maine, Amerika Serikat.
Agus sedang melakukan penelitian disertasi mengenai Babirusa Togean (Babirusa togeanensis).
Meskipun target utamanya adalah babirusa, kamera jebak tidak pandang bulu dalam mengambil gambar, sehingga satwa apapun yang lewat didepannya akan terekam, termasuk tarsius.
Saat ini, Agus, dibantu oleh staf Balai Taman Nasional Kepulauan Togean dan masyarakat mitra Polhut, masih melanjutkan penelitiannya di Kepulauan Togean untuk mengkaji babirusa, tarsius, dan satwa-satwa lain yang mendiami wilayah tersebut.
Studi Tarsius Togean
Keberadaan tarsius di Kepulauan Togean sendiri telah dilaporkan oleh Nietsch dan Niemitz sejak tahun 1993.
Ketika itu, penduduk Kepulauan Togean familiar dengan satwa yang dalam bahasa lokal disebut tangkasi ini.
Melalui studi genetika, pada tahun 2019 primata mungil ini tercatat sebagai jenis tarsius spesies tersendiri.
Tarsius Niemitz (Tarsius niemitzi) memiliki kulit berpigmen gelap, terutama ekor, dan bulu yang relatif gelap dengan bulu wajah abu-abu gelap, terutama pada spesies dewasa.
Berat tubuhnya untuk betina: 104-110 g, jantan: 125-138 g. Panjang ekor betina: 245-261 mm dan jantan: 246-258 mm.
Spesies ini dideskripsikan oleh Dr Myron Shekelle dari Departemen Antropologi di Western Washington University dan rekan-rekannya dari Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia.
Penamaan spesies ini untuk menghormati Dr. Carsten Niemitz, yang dianggap sebagai bapak biologi lapangan tarsius.
Tarsius adalah primata kecil, nokturnal, predator dari keluarga Tarsiidae yang berada di Bumi sejak 45 juta tahun lalu.
Tarsius mulanya bersama keluarga Omomyidae (telah punah) pernah tersebar luas di Asia, Eropa dan Amerika Utara, tetapi saat ini hanya menghuni Asia Tenggara yang terpencil.
Tarsius adalah bentuk peralihan antara lemur dan monyet, berukuran panjang hingga 15 cm (tidak termasuk ekor) dan berat 100-150 g.
Satwa ini memiliki mata yang realtif besar untuk ukuran tubuh mamalia mana pun di Bumi. Mirip burung hantu, tarsius dapat memutar leher 180 derajat penuh di kedua arah.
Kaki disesuaikan untuk lompatan yang tiba-tiba dan kuat, dengan tulang pergelangan kaki yang memanjang. Tarsius dapat melompat 40 kali panjang tubuhnya.
Sumber: Ksdae.menlhk.go.id dan Sci.news
Komentar tentang post