Darilaut – Survei kelautan untuk pencarian kembali kapal kargo MV Nur Allya di Laut Halmahera, Maluku Utara tanggal 11 hingga 26 Juli 2020 mundur karena faktor cuaca dan teknis di lapangan. Pencarian kapal MV Nur Allya akan berlangsung pada bulan Agustus.
Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) M Ilyas mengatakan, kegiatan tersebut terkendala kondisi cuaca. Saat ini, cuaca di wilayah Halmahera Selatan masih kurang bersahabat. Selain itu, terdapat kerusakan pada 1 mesin kapal yang kemudian sudah dilakukan perbaikan.
Menurut Ilyas, setelah beberapa kegiatan di akhir Juli, direncanakan survei kelautan untuk pencarian kapal MV Nur Allya pada awal Agustus.
Juli ini tim BBPT masih menyelesaikan survei untuk jalur kabel optik Telkom SKKL Kuwuk-Morowali-Kendari. Selanjutnya, kegiatan survei akan dilakukan bersama Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan PT Gurita Lintas Samudera (GLS) pemilik kapal MV Nur Allya.
“Insha Allah kami BPPT dan KNKT, serta pemilik kapal akan berupaya semaksimal mungkin,” kata Ilyas, kepada Darilaut.id, Sabtu (25/7).
Ilyas mengatakan, BPPT mewakili pihak Pemerintah dalam hal ini mendukung KNKT untuk terus melakukan upaya pencarian dan investigasi.
Upaya pencarian kembali kapal MV Nur Allya sebagai tindak lanjut penandatanganan kontrak kerjasama BPPT melalui Balai Teksurla Survei Kelautan (Bateksurla), KNKT dan PT GLS, awal Juni lalu, di BPPT.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, BPPT akan memberikan dukungan penuh untuk pencapaian target kerjasama ini terlebih misi ini adalah mengemban tugas dan tanggung jawab nasional melalui KNKT.
Tentunya keberhasilan survei ini, menurut Hammam, menjadi harapan kita bersama, harapan keluarga korban, harapan pemilik kapal (PT GLS) dan juga harapan bangsa untuk menjawab apa yang terjadi dengan peristiwa ini.
Hampir setahun kapal MV Nur Allya hilang kontak di Laut Halmahera. Hingga kini keluarga anak buah kapal (ABK) masih bertanya-tanya mengenai keberadaan kapal kargo tersebut.
Salah satunya Fajar Merry Saputro. Adiknya bernama Hari Yanto bekerja sebagai juru mudi di kapal MV Nur Allya.
Fajar mengharapkan terdapat bukti-bukti keberadaan kapal kargo tersebut.
“Harapan kami kalau diduga tenggelam bisa dibuktikan, kalau memang tidak tenggelam, Semoga crew MV Nur Allya dalam lindungan-Nya,” kata Fajar, Jumat (24/7).
Hingga kini, keluarga korban belum mendapat informasi kejelasan MV Nur Allya. Kapal berbendera Indonesia ini dengan muatan nikel dan hilang kontak pada 20 Agustus 2019 di Laut Halmahera.
Kapal milik perusahaan PT GLS tersebut dengan jumlah awak sebanyak 25 orang, salah satunya Hari Yanto.
Kapal berlayar dengan rute Pulau Weda, Maluku Utara tujuan Pelabuan Morosi, Sulawesi Tenggara.
MV Nur Allya adalah kapal kargo raksasa buatan perusahaan Jepang Sanoyas Hishino Meiso Corp pada 2002, dengan kapasitas 52.400 deadweight tonnes (dwt). Artinya, kapal ini mampu mengangkut beban hingga 52.400 ton, tidak termasuk berat kapal itu sendiri yang mencapai 8.394 metrik ton.
Setelah hilang kontak, pencarian dilakukan dengan mengerahkan berbagai lembaga dan instansi terkait seperti Basarnas Ternate, Direktorat Komunikasi Basarnas Pusat, Direktorat Polairud Polda Maluku Utara, perusahaan pemilik kapal, Bakamla Pusat, KNKT dan unsur lainnya.
Area pencarian dipusatkan di perairan Maluku Utara, yang menjadi titik koordinat awal kapal tersebut terpantau. Tim menyisir perairan laut Obi, Maluku Utara dan perairan Pulau Buru, Maluku. Termasuk jalur pelayaran kapal di perairan Poge Sanana, Taliabo, dan perairan Morosi.*
Komentar tentang post