Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 Susi Pudjiastuti mengatakan, hingga saat ini ikan masih merupakan sumber makanan yang paling mudah didapatkan.
“Apabila tidak dijaga dengan sebaik-baiknya, terutama ikan yang berada di laut lepas, maka kita akan kehabisan ikan,” kata Susi, saat menjadi pembicara dalam Leading Women for the Ocean Forum, Rabu (6/11) di Yokohama Grand InterContinental Hotel.
Susi yang juga Founder Pandu Laut Nusantara, berada dalam satu panel dengan Teresa Ish (Walton Family Foundation), Hiromi Sogo (Hearst Fujingaho, Media), dan Marta Marrero Martin sebagai moderator (The Nature Convervancy). Susi diberikan kesempatan pertama berbicara untuk menyampaikan pandangannya dari sudut pengambil kebijakan.
Menurut Susi, transpransi penting untuk menjamin perikanan yang legal, reported, dan regulated. Sebelum ditunjuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Indonesia dipenuhi dengan kapal ikan asing dan kapal ikan eks-asing yang seringkali melakukan duplikasi izin, menggunakan nama yang sama, dan nomor identitas kapal yang sama. Sulit untuk mengawasi berapa kapal yang sebenarnya mengeksploitasi laut Indonesia pada masa tersebut.
Sewaktu menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada 2014-2019, Susi membuka seluruh informasi dan proses perizinan perikanan tangkap kepada publik. Selain perizinan, Susi juga membuka data Vessel Monitoring System (VMS) kepada publik melalui platform Global Fishing Watch. Dengan demikian publik akan mendapatkan data yang lebih valid dan masyarakat juga dapat dilibatkan dalam pengawasan kegiatan perikanan tangkap di Indonesia.
Dalam kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 120 peserta yang sebagian besar perempuan tersebut, Susi kembali menyampaikan ajakan untuk mengakui bahwa kejahatan perikanan merupakan transnational organized crime, pentingnya menjaga laut lepas bagi keberlanjutan sumber daya ikan, dan pentingnya pengakuan hak untuk laut.
Mengenai peranan perempuan, Susi menggarisbawahi pentingnya first ladies seperi Akie Abe dan Debbie Remengesau. Menurut Susi, Ibu Negara memiliki pengaruh yang besar untuk mendorong political will untuk melindungi laut.
Pemaparan Susi mendapatkan banyak pujian dari peserta, salah satunya Kathy Matsui, Chief Japan Strategist untuk Goldman Sachs Inc. “Susi tadi menyampaikan bahwa pemberantasan IUU fishing memerlukan anggaran yang tidak terlalu banyak, namun mampu menghasilkan keuntungan yang lebih banyak untuk negara. Ini berarti pemberantasan IUU fishing merupakan sesuatu yang profitable dan harus diikuti oleh lebih banyak negara,” kata Kathy yang merupakan penulis buku Womenomics.
Acara Leading Women for the Ocean juga dihadiri oleh Akie Abe, istri Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, yang menyampaikan bahwa untuk melindungi bumi kita harus berfikir seperti bumi.
“Dengan pemikiran seperti itu, kita dapat memahami apa yang dibutuhkan oleh bumi untuk dilindungi,” kata Akie Abe dalam pidato sambutannya.
Akie Abe juga mengajak agar Spouse Program dalam forum-forum internasional dapat diarahkan ke kegiatan yang lebih positif untuk melindungi laut.
Maria Damanaki, salah satu pendiri Leading Women for the Ocean, menyampaikan perempuan lebih sensitif dibanding pria, seringkali berperan sebagai pengambil keputusan mengenai apa yang harus dikonsumsi, dan paham akan apa yang dibutuhkan oleh anak dan generasi selanjutnya. Oleh karena itu, perempuan memiliki potensi dan peranan yang sangat besar untuk mendorong perubahan positif untuk menjaga kesehatan dan keberlanjutan laut.*
Komentar tentang post