Menurut Joko, smart farming yang berbasis Internet of Thing (IoT) memerlukan dukungan cloud server yang ditunjang oleh beberapa unit untuk proses monitoring parameter penting, big data & analitik, kontrol manajemen dan aktivasi aktuator.
Aplikasi smart farming untuk pengaturan input produksi tanaman contohnya untuk irigasi, aplikasi hara, penyiapan lahan, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), pencahayaan, iklim mikro, panen, dan evakuasi hasil, kata Joko.
Joko juga menjelaskan riset aplikasi SF yang sedang dilakukan kelompok risetnya yaitu, pengembangan smart hydroponic & smart fertigation system, flexible sunlight transmitter, controlled microclimate chamber untuk produksi true shallot seed.
Banyak tantangan pengembangan smart farming untuk menjawab permasalahan riil pertanian ke depan seperti smart air water generator (aplikasi di lahan kering), smart crop pollinator, smart crop lighting, dan virtual screen protector.
Peneliti ahli pertama PREMK BRIN, Agung Budi Santoso, menjelaskan tentang tantangan pangan di masa depan, outlook makro, smart farming dan penerapannya. Kemudian, industri digitalisasi, pengelompokkan smart farming dalam agribisnis dan input kebijakan pengembangan smart farming.
Karena tingkat adopsi yang rendah, kita sudah memiliki varietas-varietas unggul tetapi produktivitas masih rendah, kata Agung.




