Oleh : Dr. Ridwan Tohopi, M.Si
Tulisan ini dalam perspektif kajian hukum dan perspektif agama Islam
I. Latar Pemikiran
Kegiatan pertambangan merupakan salah satu sektor strategis dalam pembangunan nasional. Namun demikian, praktik di lapangan sering menimbulkan konflik antara kepentingan negara, perusahaan pemegang izin, dan masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari kegiatan tambang tradisional.
Salah satu persoalan yang muncul adalah aktivitas penambang tradisional (sering disebut gurandil atau Pertambangan Tanpa Izin/PETI) di dalam wilayah yang telah diberikan sebagai konsesi kepada perusahaan. Permasalahan semakin kompleks ketika masyarakat telah melakukan aktivitas pertambangan tradisional jauh sebelum perusahaan memperoleh izin dari pemerintah.
Kajian hukum ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan hukum penambang tradisional dalam wilayah konsesi perusahaan, menimbang aspek hukum positif, hak masyarakat, serta menawarkan solusi penyelesaian.
II. Landasan Hukum
1. UUD 1945
⮚ Pasal 33 ayat (3) : “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.”
⮚ Pasal 18B ayat (2) : Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.