Darilaut – “Karena Indonesia berada pada jalur gempa dan jalur vulkanik yang aktif, maka catatan-catatan sejarah telah menunjukkan bahwa peristiwa tsunami telah sering menimbulkan bencana di pantai-pantai kita,” tulis ahli kelautan Dr Anugerah Nontji.
Hari ini, 26 Agustus, tercatat dalam sejarah terjadi letusan Gunung Krakatau. Peristiwa letusan dahsyat itu pada 1883.
Letusan katastropik ini, menurut Kepala Badan Mitigasi Gempa Bumi dan Bencana Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), melalui akun Twitter Kamis (26/8), meruntuhkan kaldera.
Pada 27 Agustus 1883, Daryono menuliskan, 2/3 badan Krakatau runtuh dalam letusan berantai. Letusan paling mematikan dan merusak dalam sejarah. Sebanyak 36.417 korban jiwa akibat letusan dan tsunami yang dihasilkannya.
Dalam catatan sejarah, seperti ditulis Nontji (1993) letusan disusul tsunami ini telah memindahkan kapal uap “Berouw” yang sedang berlabuh di Pelabuhan Teluk Betung.
Tak lama, setelah letusan Gunung Api Krakatau, gelombang tsunami menerjang. Kapal ini berpindah tempat ke lembah Sungai Kuripan.
Jarak kapal terlempar sejauh 3,3 kilo meter dari tempat semula. Kapal berpindah di ketinggian 9 meter, dengan jarak dari pantai 2,8 kilo meter.
Pelampung sebagai tempat tambat kapal “Berouw” terlempar ke darat, di ketinggian 20 meter. Di Kota Teluk Betung, tsunami menerjang dengan ketinggian gelombang 20 meter. Di Merak setinggi 40 meter.
Komentar tentang post