Darilaut – Tim SPORC Brigade Harimau Jambi menangkap S (33 tahun) yang diduga akan menjual 24,5 kilogram (kg) sisik trenggiling di Jalan Lintas Sumatera, Desa Bukit Tigo, Kecamatan Singkut, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
Tim dari Seksi Wilayah II, Balai Penegakan Hukum (Gakkum) LHK Wilayah Sumatera ini melakukan penangkapan pada Rabu (14/10) malam. Kemudian menahan pelaku di Markas Komando SPORC Brigade Harimau Jambi.
Dalam siaran pers, Kamis (15/10), Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera Eduward Hutapea, mengatakan, akan terus meningkatkan upaya pemantauan aktivitas perdagangan satwa dilindungi, baik secara langsung maupun online dan mengungkap jaringan perdagangan hingga ke akarnya.
Saat ditangkap, S mengendarai sepeda motor dengan membawa sisik trenggiling yang dikemas di dalam karung dan kotak karton dengan berat masing-masing 16,9 kg dan 7,6 kg.
S akan bertemu dengan pembeli yang dikenalnya dari media sosial. S menyepakati harga sisik trenggiling Rp 3,7 juta per kilogram.
Pembeli sudah mentransfer uang muka, dan sisanya akan diberikan saat transaksi.
Berdasarkan pemeriksaan, S berburu trenggiling di kebun sekitar rumahnya, di Sungai Kudis dan DAM Kutur.
Penyidik masih melakukan pemeriksaaan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan perdagangan, dan sumber sisik trenggiling.
Penyidik akan menjerat S dengan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara 5 tahun, dan denda Rp 100 juta.
“Kami mengapresiasi warga masyarakat yang aktif mengamati, dan melaporkan perdagangan ilegal tumbuhan, dan satwa liar yang dilindungi berdasarkan peraturan di Indonesia, dan bahkan secara global,” kata Eduward.
Sementara itu, Tim Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Tahura Sultan Adam melepas trenggiling kembali ke alam di hutan Tahura Sultan Adam pada Jumat 2 Oktober 2020.
Ketika dilepas, hewan unik ini masih dalam kondisi menggulung seperti bola. Setelah beberapa waktu dibiarkan di tanah, Trenggiling mulai membuka badannya dan langsung berjalan masuk ke dalam hutan.
Tahura Sultan Adam dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena kawasan hutannya masih dalam kondisi baik sehingga akan menyediakan cukup pakan bagi Trenggiling untuk tumbuh dan berkembangbiak.
Setidaknya ada sekitar 20 Ha hutan di Tahura yang masih dalam kondisi rapat, yang diplot oleh pengelola sebagai areal pelepasliaran satwa.
Kepala BKSDA Kalsel Dr Mahrus Aryadi, mengatakan, trenggiling merupakan salah satu komponen yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Keberadaan hewan ini sangat penting terutama karena perannya dalam mengendalikan populasi rayap dan semut di dalam hutan.
Pakan trenggiling adalah rayap dan semut. Karean itu, trenggiling di dalam hutan akan sangat membantu dalam menjaga populasi kedua serangga tersebut supaya dalam kondisi yang stabil.
Hewan yang tidak bergigi ini sangat mengandalkan lidahnya dalam mencari makan. Setiap menemukan rayap atau semut, lidah panjangnya akan dijulurkan keluar dan seketika itu pula serangga menempel dan ditelan bersamaan dengan masuknya kembali lidah ke dalam mulut.
Trenggiling yang dilepasliarkan ini hasil operasi perdagangan oleh Reskrimsus Polda Kalsel.
Trenggiling dengan nama ilmiah Manis javanica, masuk dalam daftar Appendix II CITES (Convention for the International Trade in Endangered Species).
Spesies ini masuk daftar dilindungi dan terancam punah yang tidak boleh diperdagangkan antarnegara. Di Indonesia, trenggiling hidup di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Konon, daging hewan ini dipercaya memiliki khasiat, sehingga sering diekspor ke China untuk pengobatan tradisional.
Sisik hewan ini dipercaya memiliki kandungan seperti narkotika, sehingga sering disalahgunakan.
Karena alasan itu, trenggiling sampai saat ini masih terus diburu.
Komentar tentang post