Bandung – Berkaitan dengan erupsi Gunungapi Karangetang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung merekomendasikan masyarakat dan wisatawan agar tidak mendekati zona bahaya.
Zona perkiraan bahaya meliputi radius 2.5 km dari puncak Kawah 2 (utara) dan Kawah Utama (selatan), serta area perluasan sektoral dari puncak kearah Barat-Barat laut sejauh 3 km dan ke arah Baratlaut-Utara sejauh 4 km.
Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Ir Kasbani M.Sc mengatakan, masyarakat di sekitar Gunung Karangetang yang berada di area Barat laut-Utara dari Kawah 2, di antaranya Kampung Niambangeng, Kampung Beba dan Kampung Batubulan agar dievakuasi ke tempat yang aman dari ancaman guguran lava atau awan panas.
“Masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai-sungai yang berhulu dari puncak Gunung Karangetang agar meningkatkan kesiapsiagaan dari potensi ancaman lahar hujan dan banjir bandang yang dapat mengalir hingga ke laut,” katanya.
Masyarakat yang berada di sekitar Gunung Karangetang dianjurkan senantiasa menyiapkan masker penutup hidung dan mulut untuk mengantisipasi potensi bahaya gangguan saluran pernapasan jika terjadi hujan abu. Selain itu, masyarakat di sekitar Gunung Karangetang diharapkan untuk tetap tenang, tidak terpancing isu-isu mengenai erupsi yang tidak jelas sumbernya dan selalu mengikuti arahan dari BPBD Kabupaten Sitaro.
Karangetang merupakan salah satu gunungapi di Indonesia yang paling sering mengalami erupsi. Erupsi Gunung Karangetang umumnya bersifat efusif dan eksplosif. Efusif yaitu aliran/guguran lava dan awan panas. Esplosif, yaitu erupsi Strombolian dengan lontaran lava/batu pijar dan abu.
Dalam sejarahnya, ancaman bahaya berupa lontaran material dengan ukuran lapilli (diameter 2-64 mm) maksimum menjangkau radius kurang dari 2.5 km dari puncak. Sementara itu, material berukuran bom (diameter lebih dari 64 mm) umumnya menjangkau kurang dari radius 500 m dari puncak.
Secara visual dari Pos Pengamatan Gunungapi Karangetang yang berada sekitar 4,5 km di sebelah Baratdaya puncak Karangetang, umumnya tertutup kabut dan sesekali tampak jelas. Saat jelas, asap kawah teramati bertekanan lemah berwarna putih dengan ketinggian lebih kurang 150 meter di atas Kawah Utama (Selatan) dan lebih kurang 50 meter di atas Kawah Utara. Cuaca di sekitar gunungapi umumnya berawan hingga hujan.
Pemantauan aktivitas vulkanik yang dilakukan dari laut (dengan menggunakan speed boat) maupun dari darat (dengan menggunakan drone), menunjukkan bahwa aliran lava secara dominan bergerak ke arah Baratlaut-Utara yaitu ke arah Kali Malebuhe dari puncak hingga ke laut.
Aliran lava ini mengakibatkan tertutupnya akses jalan raya dari Kampung Batubulan ke jalur jalan di sisi sebelah Barat Pulau Siau. Akses menuju Kampung Batubulan saat ini hanya dapat dilalui melalui jalan setapak dari Kampung Nameng di sisi Timurlaut-Utara Pulau Siau.

Terindikasi adanya penumpukan lava di ketinggian sekitar 700 m di atas permukaan laut di alur aliran lava saat ini. Adanya penumpukan lava ini berpotensi untuk diikuti oleh penyimpangan arah aliran/guguran lava maupun awan panas ke arah Kali Batukole dan Kali Batuare (sebelah timur Kali Malebuhe) dan Kali Saboang (sebelah barat Kali Malebuhe).
Aktivitas vulkanik berupa gemuruh sesekali dapat terdengar dan bau belerang sesekali dapat tercium dari Pos PGA.
Aktivitas kegempaan secara umum masih teramati tinggi dan didominasi oleh gempa-gempa dengan konten frekuensi rendah seperti gempa guguran –maksimum pada 3 Februari 2019 dengan 173 kali kemunculan per hari.
Kegempaan dengan konten frekuensi tinggi seperti gempa vulkanik yang mengindikasikan pergerakan magma dari kedalaman ke permukaan juga masih terekam, meskipun jumlahnya tidak signifikan.
Kegempaan dengan konten frekuensi campuran, yaitu gempa Hybrid/Fase Banyak masih terekam mengindikasikan masih adanya potensi pertambahan volume lava yang dikeluarkan. Gempa Hybrid mencapai jumlah tertinggi pada 6 Februari 2019 dengan 118 kali kemunculan per hari.
Aktivitas vulkanik Gunung Karangetang saat ini berada dalam kondisi sistem terbuka. Dalam kondisi sistem terbuka, pergerakan magma dari kedalaman ke permukaan dapat berlangsung cepat dan tanpa hambatan. Aktivitas vulkanik bersifat dinamis sehingga perlu dievaluasi secara rutin untuk mengestimasi potensi ancaman bahayanya.*
Komentar tentang post