Darilaut – Fisher’s Center memperkuat mekanisme rujukan sistem pengaduan dan penegakan hukum bagi awak kapal perikanan atau anak buah kapal (ABK) yang bekerja di dalam dan luar negeri. Sejauh ini, praktik eksploitasi yang melanggar hak asasi manusia (HAM), seperti kerja paksa dan perdagangan orang masih kerap di alami awak kapal perikanan Indonesia.
Direktur Proyek SAFE Seas Fishers’ Center Nono Sumarsono, mengatakan, Fishers’ Center merupakan bagian dari community-based protection mechanism yang memberikan informasi, edukasi dan menerima pelaporan atau keluhan untuk awak kapal perikanan. Mekasisme rujukan Fisher’s Center memiliki konsep mudah diakses oleh masyarakat, biaya cuma-cuma, serta responsif.
Fishers’ Center ini beroperasi di Kota Tegal, Jawa Tengah dan Kota Bitung, Sulawesi Utara dan telah diresmikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada 7 Juli 2020 di Tegal, Jawa Tengah.
Berdasarkan catatan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), selama tahun 2018 hingga Mei 2020, terdapat 389 pengaduan. Paling banyak kasus yang diadukan berkaitan dengan gaji yang tidak di bayar.
Terdapat 5 jenis pengaduan. Pertama, sebanyak 164 kasus terkait gaji yang tidak di bayar. Kedua, 47 kasus ABK meninggal dunia di negara tujuan.
Ketiga, 46 kasus terkait kecelakaan. Keempat, 23 kasus terkait ABK ingin dipulangkan. Kelima, 18 kasus terkait penahanan paspor atau dokumen lainnya oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (P3MI).
Komentar tentang post