Darilaut – Panas ekstrem masih terjadi di sejumlah negara di Asia Selatan. Sejak pekan lalu hampir sebagian besar negara-negara di Asia Selatan masih terdampak gelombang panas atau “heat wave“.
Badan Meteorologi di negara-negara Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand dan Laos telah melaporkan kejadian suhu panas lebih dari 40°C yang telah berlangsung beberapa hari belakangan dengan rekor-rekor baru suhu maksimum di wilayahnya.
Badan Meteorologi Cina (CMA) melaporkan lebih dari 100 stasiun cuaca di Cina mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah pengamatan instrumen untuk bulan April ini.
Di Jepang “panas yang luar biasa” juga teramati dalam beberapa hari terakhir, seperti di Kumarkhali, kota di distrik Kusthia.
Di Bangladesh menjadi daerah terpanas dengan suhu maksimum harian yang tercatat sebesar 51,2 C pada 17 April 2023.
Sedangkan 10 kota terpanas di Asia lainnya terjadi sebagian besarnya berada di Myanmar dan India.
Di Indonesia, menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, suhu maksimum harian tercatat mencapai 37,2॰C di stasiun pengamatan BMKG di Ciputat pada pekan lalu.
Meskipun secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi berada pada kisaran 34॰C – 36॰C hingga saat ini.
Dalam siaran Selasa (25/4) Dwikorita mengatakan suhu panas bulan April di wilayah Asia secara klimatologis dipengaruhi oleh gerak semu matahari, namun lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indochina dan Asia Timur pada tahun 2023 ini termasuk yang paling signifikan lonjakannya.
“Para pakar iklim menyimpulkan bahwa tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terus terjadi hingga saat ini berkontribusi menjadikan gelombang panas semakin berpeluang terjadi lebih sering,” kata Dwikorita.
Gelombang panas dapat dijelaskan melalui dua hal yang saling melengkapi. Pertama, penjelasan secara karakteristik fenomena, dan kedua secara indikator statistik suhu kejadian.
Yang pertama, menurut Dwikorita, secara karakteristik fenomena, gelombang panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi Bagian Utara maupun di belahan Bumi Bagian Selatan.
Kemudian, pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.
“Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas,” kata Dwikorita.
Gelombang panas biasanya terjadi berkaitan dengan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area dengan luasan yang besar secara persisten dalam beberapa hari, yang berkaitan dengan aktivitas gelombang Rossby di troposfer bagian atas.
Menurut Dwikorita dalam sistem tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalir masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini
berkembang di suatu area karena umpan balik positif antara daratan dan atmosfer, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut.
Yang kedua, kata Dwikorita, secara indikator statistik suhu kejadian, “heat wave” atau Gelombang Panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca dengan kenaikan suhu panas yang tidak biasa yang berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih.
Definsi ini sesuai batasan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
Selain itu untuk fenomena cuaca termasuk sebagai kategori gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum.
Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikategorikan sebagai gelombang panas, kata Dwikorita.
Komentar tentang post