Darilaut – Sampai saat ini Indonesia belum menguasai sepenuhnya teknologi budi daya rumput laut cokelat. Ketersediaan bahan baku rumput laut cokelat masih sangat bergantung pada alam dan musim.
Padahal, Rumput laut cokelat (Phaeophyceae) diklaim sebagai makanan sehat karena mengandung nutrisi dan fikokimia tertentu yang sangat melimpah terutama kandungan polisakarida, polifenol (florotanin), pigmen (fukosantin), vitamin, dan mineral.
Meski manfaat rumput laut (alga) untuk kesehatan sangat banyak, tetapi masyarakat mengonsumsinya bukan karena manfaat tersebut.
Pemanfaatan rumput laut pada umumnya dilakukan secara turun temurun dan kesukaan.
Hal ini disampaikan Prof. Dr. Amir Husni, saat menyampaikan Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru Besar Bidang Ilmu Teknologi Hasil Perikanan pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, di Balai Senat UGM, Selasa (13/6).
Menurut Amir kandungan nutrisi dan metabolit sekunder dari rumput laut cokelat sangat tergantung pada spesies, umur panen, dan lingkungan (musim, suhu, salinitas, arus samudra, gelombang atau bahkan kedalaman).
Adapun syarat sebagai bahan baku industri di antaranya harus memiliki kualitas baik, mudah didapat, tersedia secara kontinu, mudah diolah, dan harga relatif murah.
Untuk dapat dikembangkan sebagai produk pangan fungsional, bahan baku rumput laut yang digunakan harus bebas dari cemaran logam berat dan bahan pencemar lainnya, juga harus mengandung komponen bioaktif dan zat gizi yang tinggi.
Kualitas bahan baku yang rendah akan memengaruhi kandungan komponen bioaktif dan proses pengolahan.
Oleh karena itu, perlu adanya penerapan standar budi daya dan penanganan pasca panen yang baik di tingkat petani rumput laut, kata Amir yang membawakan pidado pengukuhan “Pemanfaatan Rumput Laut Cokelat Sebagai Sumber Pangan dan Kesehatan: Potensi dan Tantangannya.”
Amir mengatakan rumput laut dapat menjadi suatu produk pangan fungsional, jika dilakukan pengolahan secara tepat sehingga menghasilkan produk pangan yang dapat diterima oleh konsumen.
Hanya saja teknologi pengolahan yang diberikan tidak merusak komponen bioaktif yang terkandung dalam rumput laut tersebut.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi pelaku industri pangan dalam menghasilkan produk pangan fungsional bagi masyarakat.
Dari sekian banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa secara umum rumput laut dapat meningkatkan nilai gizi produk makanan, baik dengan meningkatkan kadar serat pangan dan/atau mineral atau profil lipidnya maupun bahan aktif lainnya.
Amir mengatakan masih diperlukan adanya proses pengolahan yang menjamin kompatibilitas rumput laut dan matriks makanan secara keseluruhan. Tidak hanya hasil dari rumput laut itu sendiri, tetapi juga kombinasi rumput laut dengan bahan-bahan yang tepat.
Untuk lebih meyakinkan konsumen akan manfaat rumput laut cokelat sebagai bahan pangan dan kesehatan masih diperlukan banyak bukti melalui studi invervensi pada manusia untuk mengevaluasi manfaat nutrisi dari rumput laut dan efikasi komponen bioaktif yang diklaimnya, kata Amir.
Bukti mekanistik sangat penting untuk membuktikan klaim manfaat kesehatan dari rumput laut. Sebagai contoh, meskipun rumput laut cokelat sangat potensial sebagai antidiabetes, namun uji klinis masih sangat terbatas.
Karena itu, kata Amir, masih perlu dilakukan penelitian terutama uji klinis untuk membuktikan bahwa senyawa dari rumput laut cokelat dapat sebagai bahan dalam penanganan diabetes melitus tipe 2.
Selain itu, meskipun sudah ada beberapa penelitian tentang efek hipokolesterolemia dari ekstrak rumput laut cokelat dan senyawa yang diisolasi, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami secara rinci cara kerja berbagai komponen yang terlibat dalam metabolisme kolesterol.
Masih perlu dilakukan penelitian apakah senyawa dari rumput laut cokelat yang dilaporkan memiliki kapasitas untuk mempengaruhi ekspresi protein berbeda yang terkait dengan metabolisme kolesterol.
Diperlukan juga penelitian lebih detail efek konsumsi yang terkait dengan rumput laut cokelat dan kemungkinan interaksi serta efek samping rumput laut cokelat dan senyawa murninya bila dikonsumsi bersamaan dengan obat yang diresepkan, katanya.
Amir menjelaskan hingga saat ini ketersediaan produk olahan rumput laut di Indonesia masih sangat terbatas, apalagi ketersediaan produk pangan fungsional.
Pengolahan rumput laut menjadi produk makanan atau minuman masih terbatas dilakukan oleh industri rumah tangga sehingga daya saing produk industri pengolahan rumput laut Indonesia pada umumnya masih sangat rendah, baik di pasar domestik maupun global.
“Selain itu lambatnya pertumbuhan investasi berbasis rumput laut juga menjadi kendala tersendiri dalam industri rumput laut di Indonesia,” ujar Amir seperti dikutip dari Ugm.ac.id.
Komentar tentang post