Jakarta – Kebijakan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) belum
memberikan medan bisnis yang rasional dan adil bagi energi terbarukan, khususnya energi laut.
“Pemerintah, dalam hal ini Kementrian ESDM, harus memperbaiki kebijakan energi yang tidak rasional dan tidak adil ini,” kata Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Prof Dr Mukhtasor, dalam acara Marine Technical Discussion Forum di BKI Building, Jakarta Utara, Selasa (13/11).
Mukhtasor mengatakan, salah satu lokasi potensi energi gelombang laut yang besar itu dari Samudera Indonesia. Kalau itu dimanfaatkan untuk Pulau Jawa, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM harga energi laut yang dapat diambil oleh PLN paling tinggi adalah 85 persen dari biaya pokok produksi yang berlaku di Pulau Jawa.
Padahal, menurut Mukhtasor, pasokan listrik di Jawa mayoritas dari energi fosil, utamanya batu bara dan gas. Artinya, energi gelombang laut yang lebih bersih dan berkelanjutan dipatok pada harga yang lebih rendah daripada harga energi fosil.
Tidak ada pembelaan memadai untuk energi baru yang berpotensi besar dan berkelanjutan di Indonesia. Energi gelombang laut bukan hanya energi yang terbarukan, namun juga energi yang baru dan potensial.
Energi gelombang laut relatif lebih stabil dari pada energi angin, arus pasang surut, maupun surya. Dalam aplikasinya, energi laut sudah semakin matang dan beberapa dunia telah mulai mengadopsi untuk aplikasi.
Komentar tentang post