Yogyakarta – Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada Dr Djati Mardiatno mengatakan, peristiwa bencana gempa di Palu-Donggala menuntut semua pihak untuk belajar kembali dalam membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana.
“Bagaimana membangun budaya sadar bencana di semua kalangan,” katanya.
Melihat potensi dan ancaman bencana di Palu, semestinya masyarakat dan pemerintah sudah siap. Namun, kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah Sulawesi Tengah dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami masih kurang.
Hal ini terlihat dari banyaknya korban jiwa maupun besarnya kerusakan infrastruktur akibat gempa.
Menurut Djati, daerah Palu-Donggala sebenarnya telah diidentifikasi sebagai daerah rawan bencana gempa dan tsunami. Bahkan, telah dimasukkan dalam zona merah rawan gempa.
Namun, jika dilihat dampak gempa banyak fasilitas umum yang roboh, sehingga ini menjadi pertanyaan akan keseriusan pemerintah dalam mengurangi risiko ancaman gempa bumi.
Pengalaman gempa yang melanda Aceh, Padang, Yogyakarta, Tasikmalaya, dan wilayah lain di Indonesia, seharusnya menjadi pembelajaran bagi semua kalangan dalam menghadapi bencana.
Upaya mitigasi bencana perlu diperkuat baik mitigasi struktural maupun non struktural. Mitigasi struktural dengan penguatan bangunan publik yang tahan gempa, tsunami, maupun likuifaksi. Mitigasi non struktural, melalui peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana.
“Mitigasi struktural tidak akan bernilai lebih kalau masyarakat tidak peduli. Yang memegang peran utama adalah kapasitas masyarakat sementara mitigasi struktural itu pendukungnya,” ujarnya.
Djati mengatakan, ke depan dalam penataan ruang harus memperhatikan potensi dan ancaman bencana guna meminimalkan risiko akibat bencana. Konsep tata ruang dan wilayah seharusnya mengindahkan risiko bencana alam dengan tidak mengizinkan pendirian permukiman di daerah rawan bencana.
“Daerah yang terdampak bencana harus dikosongkan atau tetap dihuni tapi dengan menerapkan upaya mitigasi seperti dengan membangun fasilitas umum atau permukiman yang tahan gempa maupun likuifaksi,” ujarnya.*
Sumber: ugm.ac.id
Komentar tentang post