Darilaut – Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, disambut positif publik. Namun di balik apresiasi tersebut, penelitian Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Intelligence Research menunjukkan bahwa kasus ini sekaligus menelanjangi rapuhnya sistem peradilan Indonesia, khususnya dalam kasus tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan keputusan bisnis.
Direktur Komunikasi DEEP IR, Neni Nur Hayati, menegaskan bahwa keputusan Presiden menunjukkan keberpihakan terhadap keadilan substantif, tetapi sekaligus memperlihatkan gagalnya sistem penegakan hukum, yang menurutnya telah menyebabkan kriminalisasi tanpa dasar kuat. Hal ini diperkuat melalui riset analisis sentimen pemberitaan dan percakapan publik di media sosial periode 19-24 November 2025, yang dilakukan DEEP Indonesia.
Hasil riset tersebut mencatat bahwa pembicaraan terkait kasus Ira Puspadewi didominasi sentimen negatif hingga 80%, jauh mengungguli sentimen positif (14%) dan netral (6%).
Tingginya sentimen negatif tersebut bukan menyerang sosok Ira, melainkan bentuk protes publik atas putusan hakim yang dinilai tidak konsisten dan mencederai rasa keadilan. Dalam persidangan sebelumnya, majelis hakim memvonis penjara 4 tahun 6 bulan, padahal ketua majelis sendiri menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti memperkaya diri. Bahkan terdapat dissenting opinion yang menyarankan vonis bebas (onslag), namun tidak diikuti oleh keputusan pengadilan.



