Jakarta – Tim ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) tsunami berhasil menjelajahi 512 Desa yang berada di 24 Kabupaten/Kota di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa. Ekspedisi ini telah berlangsung selama 32 Hari, sejak dimulai 12 Juli 2019 lalu.
Selasa (13/8) tim ekspedisi Destana telah berada di Serang, Banten. Kegiatan ini sebagai penguatan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami dan untuk pengembangan Desa Tangguh Bencana.
Ekspedisi ini juga melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat, lembaga usaha, dan media (Pentahelix).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai lembaga negara yang diberi tugas untuk mengkoordinasikan upaya penanggulangan bencana, membuat langkah untuk melindungi masyarakat berisiko yang berada di desa/kelurahan tersebut.
Menurut Kepala BNPB Doni Monardo, menggagas dan membangun monumen tentang peristiwa bencana alam yang sudah terjadi, memudahkan kita mengingat peristiwa bencana alam, karena alam yang sudah terbentuk dalam milyaran tahun.
“Gempa dan tsunami adalah peristiwa alam yang berulang, dan kita punya dokumentasinya. Namun dokumentasi lebih lengkap ada di Belanda,” ujarnya.
Bencana tidak dapat dihindari, namun dapat dikurangi risikonya. Konsep Pentahelix merupakan sosialisai yang terbaik. Perangkat desa diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan sosialisasi kepada RW/RT dan keluarga, namun tetap memperhatikan kearifan lokal.
“Poinnya masyarakat harus sadar potensi bencana yang ada, memahami dan mampu melakukan upaya pencegahan, dan masyarakat menjadi tangguh serta mampu dalam menyelamatkan diri dari bencana,” kata Doni.
Ekspedisi Destana Tsunami terbagi dalam empat Segmen: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Masing-masing segmen diikuti 200 orang.
“42 ribu masyarakat yang kami datangi, lebih dari 3.700 orang perangkat desa yang kami berikan pemahaman bencana,” kata Deputi Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan.
Dari target 518 desa, hanya tercapai 512 desa yang berhasil disosialisasikan tentang kesiapsiagaan dan potensi tsunami.
“Kendala di lapangan banyak kami alami, termasuk penolakan dari kepala daerah tersebut,” kata Lilik.
Sebanyak 600 ribu lebih masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana tsunami. Fakta tim Destana di lapangan menemukan tingkat kesiapsiagaan cukup baik, bagi daerah yang sudah pernah mengalami tsunami.
Namun yang belum mengalami tsunami masih banyak yang belum paham dan tidak tahu harus evakuasi kemana. Selain itu, infrastruktur yang masih belum memadai untuk evakuasi.
“Dari timur jawa ke barat, masih banyak daerah wisata, yang hampir sebagian besar tidak punya rambu peringatan tsunami. Hal ini sangat riskan bagi keselamatan pengunjung,” kata Lilik.
Nantinya, kegiatan ini akan dilanjutkan menjadi KKN tematik Destana bekerjasama dengan perguruan tinggi. Selain itu, ada dua buku mengenai tulisan ekspedisi dan foto perjalanan ekspedisi untuk berbagi pengetahuan kepada masyarakat lain.*
Komentar tentang post