ADA istilah KKO di kawasan Taman Nasional Bunaken. KKO di Bunaken singkatan dari Kalao Kadara Ore. Artinya, ke laut dan ke darat oke.
Meski dikelilingi laut, kehidupan penduduk kawasan Bunaken, tidak sepenuhnya bergantung pada sumberdaya laut. Di musim hujan, rakyat setempat ada yang bertani, selain mencari ikan.
Mereka bercocok tanam, menanam padi ladang, ketela pohon, pisang, sayur-mayur dan tanaman lainnya.
Pengetahuan masyarakat tradisional melalui kalender musim sangat membantu sistem pemanfaatan sumberdaya alam setempat. Kapan waktunya musim ikan lolosi (Caesio spp), malalugis (Decapterus ruselli), cakalang (Katsuwonus pelamis), mandidihang (Thunnus albacores), deho (Auxis thazard) dan sako (Tylosurus crocodiles).
Begitu pula dengan ikan karang. Ikan-ikan yang berseliweran, mengikuti pola arus.
Akhir 1970-an, Bunaken mulai dikenal sebagai lokasi wisata bawah laut. Adalah instruktur selam di Manado, Ricky Lasut dan Locky Herlambang, yang mengawali penyelaman di kawasan Bunaken.
Survei kawasan Bunaken sebagai obyek wisata bawah laut dilakukan PT Ida Cipta pada tahun 1978. Setahun kemudian, Pangeran Bernhard dari Kerajaan Belanda berkunjung ke Pulau Bunaken.
Setelah itu, titik-titik penyelaman mulai diperkenalkan sebagai salah satu obyek wisata bawah laut yang terindah di dunia.
Pada 1978, cottage –sebagai tempat inap sementara para turis yang ingin menyelam di Bunaken mulai dibangun di Pantai Malalayang, Manado. Usaha wisata ini dikerjakan Kelompok Tirta Satwa.
Hingga tahun 1981, belum ada cottage yang dibangun di Bunaken. Semua turis yang ingin ke Bunaken, tetap bermalam di Manado.
Pada 1982, sebuah cottage berdiri di pantai Liang, Pulau Bunaken. Cottage itu dibangun oleh Stien Julian.
***
Awal 1980-an peneliti Rodney V Salm melakukan survei di kawasan Bunaken.
Bunaken pertama kali ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan wisata bawah laut, pada 29 Desember tahun 1980. Gubernur Sulawesi Utara mengeluarkan Surat Keputusan nomor 224 tahun 1980 tentang obyek wisata laut Manado. Isi keputusan ini mencakup Pulau Bunaken dan sekitarnya.
Gubernur Sulawesi Utara memperluas kawasan konservasi pada 1984. Lokasi ini meliputi perairan Arakan dan Wawontulap yang berada di pesisir Sulawesi (bagian selatan) melalui SK nomor 201 tahun 1984.
Peneliti IUCN/WWF Rodney V Salm dan Graham F Usher juga telah melakukan survei di kawasan Bunaken.
Penelitian tersebut menyangkut rencana pengelolaan zonasi taman laut Bunaken yang diajukan untuk Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Hasil ini bisa dilihat dalam Report IUCN/WWF no. project 3108, Marine Conservation, Bogor, February 1984.
Pada Juli 1984, Rodney V Salm (IUCN/WWF) dan Matheus Halim (Sub Direktorat Konservasi Lautan, PHPA) mengajukan data atlas kawasan konservasi laut di seluruh Indonesia. Laporan ini dapat dilihat dalam Marine Conservation Data Atlas.
Dalam data atlas tersebut, di nomor 143 menyebutkan bahwa Pulau Bunaken dan sekitarnya berstatus sebagai taman wisata laut. Keterangan pada nomor 144, Arakan sebagai suaka margasatwa. Di perairan kawasan Arakan dan Wawontulap ini sebagai habitat mamalia laut yang dilindungi, seperti Dugong dugon (duyung).
Pada 1986, kawasan perairan Arakan – Wawontulap, Bunaken dan sekitarnya dijadikan kawasan Cagar Alam Laut.
Menteri Kehutanan mengeluarkan SK nomor 328/Kpts-II/1986 untuk Arakan – Wawontulap dan Bunaken. Status cagar alam laut ini sangat ketat. Kegiatan yang dapat dilakukan di lokasi itu hanya penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan serta kegiatan yang menunjang budidaya.
Selang tiga tahun, pada 1989, SK Cagar Alam Laut diralat. Kawasan Bunaken dan sekitarnya diusulkan sebagai calon taman nasional.
Pada 15 Oktober 1991, Menteri Kehutanan menetapkan Pulau Bunaken dan sekitarnya, serta Arakan Wawontulap sebagai taman nasional melalui SK bernomor 730/Kpts-II/91.
***
Perubahan status kawasan dari cagar alam menjadi taman nasional lantaran kondisi setempat. Seperti penduduk yang sudah lama mendiami kawasan Bunaken dan sekitarnya yang bergantung dari sumberdaya laut. Kemudian, wisata bawah laut Bunaken mulai dikenal dan menarik minat penyelam dari dalam dan luar negeri.
Taman Nasional Bunaken mencakup kawasan Pulau Bunaken, Siladen, Manado Tua, Mantehage dan Nain. Di Pulau Sulawesi yang masuk kawasan ini mulai dari pesisir Desa Molas hingga Wori. TN Bunaken bagian selatan, mulai dari Tanjung Kelapa di Desa Poopoh hingga Popareng.
Dengan perubahan status dan fungsi, bukan berarti mulus sudah lokasi ini sebagai kawasan konservasi. Antara Pemerintah Daerah dan Departemen Kehutanan masih terjadi tarik-menarik. Pemda menginginkan Bunaken sebagai kawasan wisata saja.
Berbagai kepentingan baik instansi dan pengusaha menyatu di TN Bunaken. Antara lain, pemerintah kota Manado dan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten Minahasa dan Balai TN Bunaken. Kemudian para pengusaha jasa wisata selam dan organisasi lainnya.
Kawasan Bunaken banyak menarik turis asing untuk melakukan rekreasi bawah laut. Di awal 1990-an ada keinginan Pemda untuk memindahkan penduduk di dalam kawasan Bunaken. Keinginan Pemda ini mendapat tentangan keras dari pemerhati lingkungan, terutama dari Forum Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Utara, waktu itu.
Jill Belsky dari Natural Resources Management Project (NRMP, 1993) melakukan survei di kawasan Taman Nasional Bunaken. Penduduk setempat menolak relokasi. Tujuan utama survei, menyajikan data sosial ekonomi yang esensial tentang masyarakat setempat untuk penyusunan rencana pengelolaan TN Bunaken.
Dalam laporan ini, rencana relokasi penduduk sangat tidak disarankan karena mahalnya biaya. Selain itu, tingkat penolakan yang tinggi dan berpotensi menciptakan perubahan besar-besaran dalam profil sosial dan ekologis, baik di daerah yang ditinggalkan maupun di tempat pemukiman baru.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara akhirnya tetap mempertahankan keberadaan penduduk di TN Bunaken. Dalam perkembangan, berbagai upaya dan terobosan dilakukan bersama-sama antara Balai TN Bunaken dan Pemerintah Provinsi, instansi terkait, serta pengusaha jasa wisata. Upaya bersama terus berjalan hingga sekarang ini.
Bunaken masih menarik bagi wisatawan dalam dan luar negeri. Banyak tantangan lain dalam menjaga Bunaken dan sekitarnya sebagai kawasan konservasi laut.
Upaya mempertahankan kelestarian kawasan Bunaken untuk kondisi terkini dan ke depan, membutuhkan strategi tersendiri. verrianto madjowa
Komentar tentang post