Jakarta – Peneliti Oseanografi Pusat Riset Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Widodo Setiyo Pranowo mengatakan, partikel-partikel mikroplastik yang saat ini berada di Laut Jawa diduga berasal dari Laut Cina Selatan dan Samudra Pasifik.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan potensi paling tinggi dan terbesar berada di Laut Jawa. Penelitian ini telah dipublikasi di Polish Journal of Environmental Studies Vol. 28 No.1. Tim peneliti yang terlibat dalam studi ini masing-masing Dannisa Ixora Wanadwiva Handyman, Noir Primadona Purba, Widodo Setiyo Pranowo, Syawaludin Alisyahbana Harahap, Ibnu Faizal Dante dan Lintang Permata Sari Yuliadi.
Penelitian ini merupakan kolaborasi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran dengan KKP, dengan mengambil lokasi di Pesisir Indramayu, Laut Jawa. Secara dominan di lokasi ini dipengaruhi pembalikan arus pasang surut.
Hasil simulasi lintasan partikel dengan tiga skenario sumber hipotetik yang berbeda memperkirakan titik awal mikroplastik, berkisar dalam jarak 0,9-5,4 kilometer dari lokasi sampling untuk periode tujuh bulan. Dalam tujuh bulan, jarak tempuh diperkirakan 1258.90-1399.88 kilometer.
Mikroplastik ini perlu mendapatkan perhatian serius karena dapat terakumulasi dalam rantai makanan. Mikroplastik ini bukan hanya berasal dari sampah plastik dari daerah setempat, melainkan juga terbawa arus.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa 25 persen potongan mikroplastik ditemukan pada ikan yang dijual di pasar Indonesia. Bila tidak mendapat perhatian, ikan yang terkontaminasi mikroplastik ini akan tetap ada di seluruh pasar.
Karena itu, diperlukan kerja sama dan koordinasi berbagai pihak. Seperti kementerian, lembaga, dan masyarakat untuk mengatasi masalah mikroplastik di laut.
Studi terbaru juga telah dilakukan beberapa lokasi di perairan Nusa Tenggara Timur. Peneliti dari Departemen Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran Noir Primadona Purba mengatakan berdasarkan hasil riset menunjukkan sampah makro yang telah dikaji mencapai 9.42 kg/100 meter.
Rata-rata sampah yang dikumpulkan adalah sekitar 4 kg/100 meter. Lokasi pantai yang menjadi tempat kajian, antara lain Pantai Oisina dan Namosain di Kupang, Nembrala dan Oiseli, dan Pantai Tiang Bendera di Rote, dan pantai di Pulau Ndana.
Pulau Ndana merupakan pulau terluar di Indonesia. Pulau ini berbatasan dengan negara lain dan berperan untuk menjaga kawasan konservasi. Sampah yang ada di pulau ini merupakan sampah yang berasal dari pulau lainnya.
“Sampah yang ada di pantai tersebut, kebanyakan bukan dari pulau tersebut,” kata Noir. Untuk wilayah pantai yang lain, sampah yang ditemukan berupa kaca, plastik, plastik kemasan, botol kemasan.
Hal serupa ditemukan di 60 lokasi yang pernah dikaji di Pulau Jawa. Hal yang sama juga tampak di Rote dan Ndana. Di rote, pantai-pantai yang termasuk dalam kunjungan turis memang terlihat kotor. Dapat dikatakan bahwa 1/5 luasan pantai tertutup oleh sampah.
Dalam penelitian sebelumnya, Widodo mengatakan, mikroplastik yang telah mencemari laut Indonesia, rata-rata dengan sebaran konsentrasi pemukiman penduduk, terutama di Pulau Jawa. Seperti perairan Pulau Biawak di Indramayu, Kepulauan Seribu, dan Perairan Banten.
Kondisi yang sama terjadi di Selat Makassar, Selat Bali dan Selat Rupat. Selanjutnya di Taman Nasional Taka Bonerate, Flores, Taman Nasional Bunaken, Taman Nasional Bali Barat, dan Laut Banda. Mikroplastik yang mencemari lautan Indonesia beragam. Namun cemaran terluas ada di Taman Nasional Bunaken, yakni 50 hingga 60 ribu partikel per kilometer persegi.
Seperti diketahui, mikroplastik merupakan plastik dengan ukuran kurang dari 5 mm yang dihasilkan dari penguraian alami, baik secara fisik, kimia, maupun biologi.*
Komentar tentang post