PERAIRAN Nusa Tenggara Timur memiliki kawasan yang telah dikembangkan untuk budidaya rumput laut. Salah satunya di pesisir Desa Lifuleo, Kabupaten Kupang.
Tim Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalukan monitoring budidaya rumput laut di pesisir Lifuleo, pada Juli lalu. Monitoring ini dengan kuisioner dan wawancara.
Rumput laut (seaweeds) yang dibudidayakan di Lifuleo dengan nama lokal sacol (sakol). Bibit diperoleh dengan membeli seharga Rp 5.000/kg, sementara tali ikat harga Rp 50 ribu per kg.
Untuk memperoleh hasil panen, dibutuhkan waktu selama 45 hari. Kemudian, dilakukan proses penjemuran tiga sampai empat hari.
Sebelum dijual, hasil panen rumput laut ini dikumpulkan hingga mencapai jumlah yang banyak. Penjualan dilakukan satu atau dua kali dalam setahun.
Rata-rata berat kering yang dihasilkan berkisar 100 sampai 200 kg. Rumput laut kering ini dibeli dengan harga Rp 20 ribu per kg.
Sementara itu, di Kabupaten Sumba Timur terdapat dua desa penghasil rumput laut terbesar, yakni Kaliuda dan Tanamanang di Kecamatan Pahunga Lodu.
Setiap rumah tangga di desa ini melakukan kegiatan budidaya rumput laut. Areal budidaya rumput laut di Desa Kaliuda sepanjang 2 km. Rumput laut yang dikembangkan jenis Sakol (E. cottoni) dan kaki seribu (E. striatum). Dua jenis rumput laut ini memiliki pertumbuhan yang cepat.
Komentar tentang post