redaksi@darilaut.id
Minggu, 11 April 2021
26 °c
Jakarta
27 ° Sab
27 ° Ming
27 ° Sen
27 ° Sel
Dari Laut Indonesia
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Masuk
  • Daftar
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
  • Ekspedisi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi
  • Home
  • Berita
    • Laporan Khusus
  • Ekspedisi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
    • Biota Eksotis
    • Ide & Inovasi
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
    • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Dari Laut
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Home Berita

Buangan Air Bahang dari Industri dan PLTU Merusak Terumbu Karang

12 Maret 2019
Kategori : Berita
Air bahang

Dian Saptarini saat mempresentasikan materi disertasinya dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor di ITS. FOTO: ITS.AC.ID

PEMBUANGAN air pendingin mesin (air bahang) dari aktivitas industri ke daerah pantai berkontribusi dalam kenaikan suhu air di pesisir yang dapat merusak terumbu karang. Selain industri, air bahang juga berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Kebutuhan energi yang tinggi menyebabkan pembangunan PLTU yang masif di Indonesia. “Dewasa ini, Indonesia sudah memiliki sekitar 37 PLTU dan ada kemungkinan untuk bertambah,” ujar Dian Saptarini dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Ruang Sidang Utama Gedung Rektorat ITS, Senin (11/3).

Dian meneliti terumbu karang sebagai parameter biologi untuk pengendalian pencemaran panas. Karang sangat sensitif pada perubahan suhu.

“Oleh karenanya, saya ingin meneliti terumbu karang sebagai parameter biologi kerusakan lingkungan, sehingga bisa dihasilkan pendekatan yang mengintegrasikan pengaruh peningkatan suhu dan kerusakan karang dalam tahapan manajemen pembuangan air bahang di pesisir,” kata Dian yang juga ketua koordinator program ITS Smart Eco Campus ini.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki garis pantai yang sangat panjang dan dihuni beraneka ragam kehidupan biota laut, salah satunya karang.

Dian yang juga dosen Biologi ITS mengatakan, karang memproduksi kapur yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik.

Karang hermatipik ialah karang yang mampu membentuk bangunan karang atau terumbu, sedangkan karang ahermatipik tidak mampu membentuk terumbu. Dalam persebarannya, karang hermatipik tumbuh di daerah tropis, sedangkan karang ahermatipik tersebar di seluruh dunia.

Indonesia secara geografis berada di daerah yang beriklim tropis, sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa terumbu karang yang melimpah di daerah pesisir. Namun, aktivitas pembuangan air pendingin mesin (air bahang) oleh industri berdampak pada kenaikan suhu perairan pesisir.

Karang bisa dianalogikan sebagai hutan hujan tropisnya laut atau sea forest. Peran dari karang bagi bumi sama seperti peran hutan hujan tropis, yaitu mereduksi emisi karbon.

Selain itu, karang menjadi tempat tinggal dan tempat berkembangbiaknya biota laut. Namun, pembuangan air bahang dari industri ke laut telah merusak karang, sehingga mengalami coral bleaching atau pemutihan karang.

Coral bleaching adalah proses menghilangnya warna karang menjadi putih yang diakibatkan oleh degradasi populasi zooxanthellae yang bersimbiosis dengan karang. Degradasi ini menyebabkan karang menjadi mati dan fungsinya dalam mereduksi emisi karbon dan tempat tinggal serta berkembang biak biota laut menjadi hilang.

“Karang yang berada di daerah yang mengalami kenaikan suhu akibat air bahang berkarakteristik seperti batu, sedangkan karang yang berada di perairan yang ideal memiliki karakteristik bercabang-cabang,” ujarnya.

Dian menemukan bahwa peningkatan suhu yang dapat ditolerir oleh karang kurang lebih 2,3℃. “Suhu ideal karang tumbuh ialah 26 – 30℃, maka batas ambang ekologi yang bisa ditolerir karang untuk tetap bertahan adalah 32℃,” katanya.

Menurut Dian, hasil penelitian ini berlaku secara universal, meski masih sebatas pada area tropis. Selain itu, masih banyak hal yang bisa dikembangkan lagi untuk melengkapi penelitian ini.

Dian mengatakan, topik bagaimana karang bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan atau fase perkembangan karang adalah beberapa contoh topik yang bisa diteliti untuk melengkapi temuan ini.

Kebutuhan energi di Indonesia yang tinggi menjadi salah satu penyebab tingginya pembuangan air bahang yang masif. Dengan diketahuinya ambang batas ekologi karang, Dian berharap pembangunan untuk memenuhi kebutuhan energi ke depannya bukan sekedar membangun. Tapi juga memperhatikan di mana kita membangun, dan dampak apa yang bisa terjadi akibat pembangunan itu.*

Sumber: its.ac.id

Tags: coral bleachingITSpemutihan karangTerumbu Karang
Bagikan9TweetBagikanKirim

Berlangganan untuk menerima notifikasi berita terbaru Dari Laut Indonesia

Berhenti Berlangganan

Related Posts

FOTO: BNPB
Berita

Gempa Jatim, 6 Meninggal Dunia dan Satu Luka Berat

10 April 2021
FOTO: BASARNAS
Berita

Tim SAR Evakuasi 138 Jenazah Korban Banjir di NTT, 49 Dalam Pencarian

10 April 2021
BNPB/BMKG
Berita

Gempa M 6,7 Guncang Jatim

10 April 2021
Next Post
Paus bryde

Heboh, Penyelam Masuk Mulut Paus

Paus bryde

Kerongkongan Paus Bryde Tak Cukup untuk Menelan Manusia

Komentar tentang post

Bandung, Indonesia
Minggu, April 11, 2021
Mostly Cloudy
23 ° c
72%
11mh
-%
27 c 18 c
Rab
26 c 17 c
Kam
27 c 17 c
Jum
25 c 16 c
Sab

TERBARU

Gempa Jatim, 6 Meninggal Dunia dan Satu Luka Berat

Tim SAR Evakuasi 138 Jenazah Korban Banjir di NTT, 49 Dalam Pencarian

Gempa M 6,7 Guncang Jatim

Setelah Seroja, Muncul Siklon Tropis Odette

Cuaca Ekstrem di Sejumlah Perairan di Indonesia

Siklon Tropis Seroja Diprediksi Meningkat 24 Jam Ke Depan

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

REKOMENDASI

Sensor Ketinggian Air untuk Memantau Anak Krakatau

Kapal Sinar Alam I Hanyut dan Terapung di Laut, Penumpang Selamat

World Cleanup Day, Jutaan Warga Aksi Bersih Sampah

Transparansi Perikanan, Menteri Susi Ajak Negara di Dunia Buka Data VMS

Mengenal Produksi Garam di Pulau Sumba

Badan Penanggulangan Bencana Aceh Lakukan Pendataan Pascagempa M 4,8

TERPOPULER

  • Ikan

    Ini Potensi di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan

    9 bagikan
    Bagikan 9 Tweet 0
  • Ingin Tahu Sebaran Ikan Tuna dan Cakalang di Indonesia, Ini Lokasinya

    44 bagikan
    Bagikan 44 Tweet 0
  • Enam Aplikasi Digital Nelayan Indonesia

    16 bagikan
    Bagikan 16 Tweet 0
  • Apa Itu Nilai Tukar Nelayan

    29 bagikan
    Bagikan 29 Tweet 0
  • Terumbu Karang Indonesia Kategori Buruk 33,82 Persen

    1 bagikan
    Bagikan 1 Tweet 0
  • Rantai Pasok Perikanan dan Tantangan yang Dihadapi Nelayan di Indonesia

    2 bagikan
    Bagikan 2 Tweet 0
  • Kawasan Timur Indonesia Kaya Sumber Daya Ikan

    2 bagikan
    Bagikan 2 Tweet 0
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Email : redaksi@darilaut.id

© 2018 - 2021 PT Dari Laut Indonesia

Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Berita
  • Laporan Khusus
  • Ekspedisi
  • Sampah & Polusi
  • Tips & Trip
  • Biota Eksotis
  • Ide & Inovasi
  • Konservasi
  • Kajian
  • Kesehatan
  • Orca
  • Hiu Paus
  • Bisnis dan Investasi

© 2018 - 2021 PT Dari Laut Indonesia

Selamat Datang Kembali

Masuk dengan Facebook
Masuk dengan Google+
Atau

Masuk Akun

Lupa Password? Mendaftar

Buat Akun Baru

Mendaftar dengan Facebook
Mendaftar dengan Google+
Atau

Isi formulir di bawah ini untuk mendaftar

*Dengan mendaftar di situs kami, anda setuju dengan Syarat & Ketentuan and Kebijakan Privasi.
Isi semua yang diperlukan Masuk

Ambil password

Masukan username atau email untuk mereset password

Masuk
Go to mobile version