JAKARTA – Isu hak asasi manusia (HAM) sektor perikanan ini tidak bisa hanya disandarkan pada pemerintah. Perlu kerja-kerja kolaboratif dan masif bahkan hingga tingkat RT/RW.
Hal ini menjadi bahasan DPP Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) dan Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia dalam diskusi menggagas model KIE (Knowledge, Information and Education) untuk advokasi Isu Hak Azasi Manusia bidang perikanan di Kantor DFW Indonesia, Jakarta, Rabu (8/1).
Menurut Koordinator bidang Komunikasi, Informasi dan Ketenagakerjaan ISKINDO, Kamaruddin Azis, isu hak azasi manusia bidang perikanan masih jadi momok tata kelola sekaligus berpotensi mencoreng citra Indonesia. Banyak fakta menunjukkan masih berlangsungnya tekanan bagi nelayan, bagi ABK (anak buah kapal), serta ketidakberesan administrasi kerja.
Pada Desember 2019, ada tiga orang mantan ABK asal Slawi di Tegal yang mengaku jasanya belum dibayar oleh perusahaan pengguna ABK setelah beroperasi selama 9 bulan di lautan. Mereka beroperasi bahkan sampai di perairan Afrika Timur.
Kasus Benjina Maluku dan banyaknya WNI yang jadi ABK pada kapal-kapal ikan illegal yang ditangkap tiga tahun terakhir, umumnya berasal dari Pantai Utara dan Pantai Selatan Jawa. Ini yang harus disikapi dengan solutif oleh semua pihak, termasuk Pemerintah Daerah.
Komentar tentang post