Darilaut – Di pantai berpasir Batu Putih, Tangkoko, naturalis Alfred Russel Wallace pada 1859 mendeskripsikan burung maleo secara detail. Maleo, burung endemik Sulawesi ketika itu, masih dalam jumlah banyak.
Kini maleo sudah tidak lagi bersarang di lokasi pengamatan Wallace. “Lokasinya sudah jadi kampung Batuputih sekarang,” kata Protected Area Specialist EPASS (Enhancing Protected Area System in Sulawesi) Tangkoko, Edyson Maneasa.
Maleo (Macrocephalon maleo) datang ke pantai, tapi bukan untuk bertelur. Untuk mengetahui mengapa maleo tidak lagi bersarang di pantai berpasir, Edyson bersama pegiat konservasi maleo menyelidiki musababnya.
Telah terjadi beberapa pergeseran tempat peneluran maleo yang ada didekat pantai di Tangkoko. Dari hasil penyelidikan, tanah di lokasi tempat bersarang maleo sebelumnya makin padat.
“Ternyata di samping tanahnya yang padat, suhu sudah tidak mencapai panas yang ideal untuk pengeraman telur,” ujar Edyson, Jumat (12/6).
Di lokasi tempat bersarang maleo sekarang berada di bukit. Terdapat 5 pasang maleo yang ke lokasi yang berjarak 100 sampai 200 meter dari pasang tertinggi.
Sedikitnya, ada 3 lokasi peneluran maleo di Tangkoko. Selain yang di bukit, ada yang di dalam hutan, 5 kilo meter dari pasang tertinggi.
Ditempat ini terdapat sumber panas bumi. Untuk memudahkan pengamatan, telah dibangun menara pemantau di 2 lokasi peneluran.
Komentar tentang post