SEJUMLAH peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama kelompok masyarakat di Lombok Timur, memadukan kearifan lokal dengan pengelolaan teripang.
Caranya, dengan membuat kesepakatan lokasi zona inti untuk restocking (penebaran) teripang. Hasilnya, selama 6 bulan kemudian teripang dapat dipanen dengan bobot sekitar 50 gram.
Kearifan lokal ini disebut awig-awig (aturan adat). Lokasi berada di Teluk Sunut dan Tanjung Ringgit, Sekaroh, Jerowaru, Lombok Timur. Panen perdana teripang berlangsung pada awal Juli ini di Sekaroh.
“Kegiatan penelitian dan implementasi melibatkan kelompok masyarakat telah berhasil dalam mengelola kawasan pantai serta melakukan restocking teripang,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti.
Menurut Nuke, fokus penting dalam penelitian ini adalah kearifan lokal masyarakat setempat dan dukungan dari pemerintah daerah yang menjadi pusat kekuatan dalam mencapai keberhasilan program.
Hal ini, agar terjamin pengelolaan kawasan Teluk Sunut dan Tanjung Ringgit berbasiskan kesepakatan masyarakat dalam bentuk awig-awig.
Aturan ini terkait dengan pengelolaan teripang, seperti pola bagi hasil, hubungan antar nelayan dalam menentukan prioritas pengambilan, zonasi penangkapan dan budidaya.
Nuke mengatakan, terdapat delapan desa di sekitar perairan Teluk Sunut yang dijadikan batas sosial, karena warga desa tersebut umumnya memiliki kepentingan dan memanfaatkan sumberdaya perairan yang sama. Batas administratif desa-desa tersebut dijadikan batas sosial untuk mengelola kawasan dengan aturan awig-awig.
Dalam menyusun awig-awig, LIPI bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Sumberdaya Nelayan (LPSDN).
“Penyusunan awig-awig pengelolaan teripang menetapkan zona inti, di mana area zona inti akan ditentukan batas-batasnya dengan tanda tertentu,” ujar Mochamad Najib dari Pusat Penelitian Ekonomi LIPI.
Najib mengatakan, wilayah zona inti merupakan perairan yang menjadi kawasan restocking teripang. Ini termasuk wilayah eksklusif, karena pengambilan teripang diatur secara khusus agar pertumbuhan dan perkembangan teripang dapat berjalan dengan baik.
“Zona inti ini letaknya di Teluk Sunsak yang menjadi bagian dari kawasan Teluk Sunut. Sementara perairan di luar zona inti tidak diatur pemanfaatannya dengan awig-awig,” katanya.
Kegiatan restocking teripang dimulai dengan melakukan pendederan di tahap gogona selama 2 bulan dengan bobot kurang dari 1 gram.
Selanjutnya, dilakukan pendederan di keramba tancap, sampai mencapai bobot sekitar 20 gram.
Kemudian teripang ditebar di lokasi restocking. Setelah 6 bulan, teripang yang telah mencapai bobot sekitar 50 gram, siap untuk dipanen.
Kegiatan penelitian Prioritas Nasional ini didanai Bapenas dan berhasil melakukan restocking teripang pasir (Holothuria scabra) dan penataan ruang kawasan Teluk Sunut.
Ujung tombak pelaksanaan restocking teripang adalah UPT Balai Biologi Industri Laut-LIPI, sebagai institusi yang memiliki sumber daya pengetahuan terkait hal tersebut.*
Komentar tentang post