Jakarta – Pemerintah diminta untuk mengatasi masalah diskriminasi yang kerapkali dialami oleh awak kapal perikanan, baik yang bekerja di dalam maupun luar negeri. Instrumen dan aturan ketenegakerjaan perlu diberlakukan untuk memenuhi aspek keadilan bagi awak kapal perikanan.
Bentuk diskriminasi yang dialami awak kapal perikanan selama ini terkait dengan sistim pengupahan dibawah Upah Minimim Provinsi (UMP), kelebihan jam kerja dan Perjanjian Kerja Laut yang belum berlaku secara efektif.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan, perbaikan sektor perikanan tangkap saat ini mesti terintegrasi dengan penanganan ketenagakerjaan, sehingga memberi dampak kesejahteraan bagi awak kapal perikanan.
“Perlakuan diskriminasi yang diterima awak kapal perikanan sudah cukup lama sehingga merugikan awak kapal perikanan. Salah satu bentuk diskriminasi tersebut adalah tentang mekanisme pengupahan dan jam kerja di laut yang selalu berlebihan dan tanpa kompensasi waktu istrahat yang cukup,” kata Abdi, Selasa (29/10).
Aturan pengupahan bagi awak kapal perikanan mayoritas diberikan dengan sistim bagi hasil. Adapun pengupahan dengan sistim gaji lebih banyak dilakukan dibawah standar Upah Minimum Provinsi. Padahal, risiko pekerjaan di atas kapal perikanan lebih besar dari pada bekerja di darat.
Komentar tentang post