Jakarta – Rekam jejak fenomena alga berbahaya (Harmful Blooming Algae/HABs) sudah tercatat sejak dekade 1990-an di Teluk Ambon, Maluku.
Pada bulan Juli tahun 1994 terjadi blooming alga jenis Pyrodinium bahamense var compressum dan dilaporkan tiga orang meninggal dan puluhan orang harus dirawat secara medis setelah mengkonsumsi biota laut. Kejadian kemudian berlanjut di tahun 2012 dengan jenis yang sama.
Tahun ini tercatat ada dua kejadian HABs di Teluk Ambon, yaitu pada bulan Januari dan akhir bulan Agustus sampai awal September. Terjadi blooming jenis Gonyaulax dengan luasan area yang mengalami perubahan warna mencapai 88 hektar.
Peneliti Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI, Hanung Agus Mulyadi mengingatkan untuk mewaspadai perubahan warna laut menjadi kemerahan, kehijauan atau kecoklatan karena ledakan populasi alga.
Menurut Hanung, kelambatan sirkulasi massa air disebabkan oleh perbedaan kedalaman penghubung yang relatif sempit dan dangkal, serta kondisi pasang surut pasang surut harian ganda campuran.
“Terjadi dua kali pasang dan dua kali surut secara simultan selama 24 jam. Kondisi semacam ini berdampak terjadinya penumpukan materi di dasar perairan yang diiringi dengan peningkatan unsur hara,” kata Hanung.
Peningkatan unsur hara di suatu perairan dapat merangsang meledaknya populasi alga berbahaya HABs. Peningkatan unsur hara ini dikenal dengan istilah eutrofikasi. Eutrofikasi didefinisikan sebagai peningkatan unsur hara ke level yang sangat tinggi dan melampau batas yang dapat diterima oleh alam.
Komentar tentang post