Darilaut – Copernicus Uni Eropa untuk pertama kalinya mencatat suhu global telah melebihi ambang batas 2°C.
Data ini tercatat melalui Layanan Perubahan Iklim Copernicus (Copernicus Climate Change Service – C3S) Uni Eropa yang dioperasaikan oleh Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa (European Center for Medium Range Weather Forecasts – ECMWF).
Dalam catatan Data ERA5 yang disampaikan melalui akun X (dulu Twitter) @CopernicusECMWF, pada tanggal 17 November adalah hari pertama suhu global melebihi 2°C di atas suhu pra-industri.
“Mencapai 2,07°C di atas rata-rata tahun 1850-1900,” tulis CopernicusECMWF, dan nilai ERA5 sementara untuk tanggal 18 November adalah 2,06°C.
Tujuan Perjanjian Paris membatasi pemanasan global hingga di bawah 2°C dan menargetkan 1,5°C di atas tingkat pra-industri.
Bumi baru saja mengalami rekor suhu terpanas. Kumpulan data internasional yang digunakan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) untuk pemantauan Keadaan Iklim Global mencatat rekor suhu terpanas pada bulan September.
Hal ini meneruskan serangkaian suhu permukaan daratan dan laut yang luar biasa dan merupakan sinyal buruk mengenai betapa cepatnya gas rumah kaca mengubah iklim kita.
Dalam siaran pers terbaru WMO (17/10/2023) tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, dengan bulan Juni, Juli, Agustus, dan September semuanya memecahkan rekor suhu bulanan.
Menurut Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) Uni Eropa yang dilaksanakan oleh Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa, suhu permukaan rata-rata pada bulan September adalah 16,38°C.
Risiko berbagai penyakit dan kematian akan meningkat akibat cuaca ekstrem, terutama akibat suhu panas. Perubahan iklim mengancam kemajuan sektor kesehatan yang sudah dilakukan puluhan tahun.
Laporan terbaru UNEP November ini, meski ada kesepakatan untuk mencapai emisi nol bersih, produksi bahan bakar fosil akan meningkat. Hal ini karena pemerintah berencana untuk memproduksi bahan bakar fosil dua kali lipat pada tahun 2030, dibandingkan dengan batas pemanasan yang diperbolehkan sebesar 1,5°C.
Sebelumnya, 151 negara telah berjanji untuk mencapai emisi nol bersih dan perkiraan terbaru menunjukkan bahwa permintaan batu bara, minyak, dan gas global akan mencapai puncaknya pada dekade ini, bahkan tanpa adanya kebijakan baru.
Sebuah laporan besar terbaru yang diterbitkan Rabu (8/11/2023) menemukan bahwa pemerintah berencana memproduksi bahan bakar fosil sekitar 110% lebih banyak pada tahun 2030. Jumlah ini 69% lebih banyak dibandingkan jika kita membatasi pemanasan pada 2°C.
Jika digabungkan, rencana pemerintah akan mengarah pada peningkatan produksi batu bara global hingga tahun 2030, dan produksi minyak dan gas global hingga setidaknya tahun 2050. Sehingga menciptakan kesenjangan produksi bahan bakar fosil yang semakin besar dari waktu ke waktu.