Surabaya – Guru besar dari Universitas Pattimura Ambon, Dr Marcus Tukan mengatakan, transportasi di wilayah kepulauan sangat sulit dan mahal, minim infrastruktur ekonomi dan perdagagan berkembang dengan lambat. Karena itu, pembangunan trasportasi di wilayah kepulauan sangat penting.
“Jika ini tidak direncanakan dengan baik, akan menjadi beban dan menciptakan ekonomi biaya tinggi,“ kata Marcus dalam diskusi kelompok terfokus (FGD) yang diselenggarakan Kemenhub, Senin (23/7). FGD ini mengambil tema “Evaluasi Kegiatan Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang Di Laut Dan Pengembangan Trayek Tol Laut.”
Marcus mengatakan dimensi transportasi sangat berkorelasi terhadap potensi ekonomi wilayah, khususnya infrastruktur yang “bergerak” baik pada moda darat, laut dan udara. Di Kepulauan, ekonomi berbiaya tinggi dengan income per kapita yang rendah. Di sisi lain, terdapat kemiskinan struktural dan keterbelakangan.
Karena itu, penting komitmen pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota untuk membangun dengan karya nyata. “Bukan dengan retorika kampanye yang hanya meninggalkan janji, bukan fakta,” kata Marcus.
Marcus menyarankan perlu menciptakan keseimbangan kargo dengan membangun industri pengolahan dan Pariwisata sesuai karakteristik dan potensi wilayah. Kemudian, membangun konektivitas pelayaran rakyat sebagai armada semut dan Pelni secara proporsional, sesuai kapasitas Kapal. Selanjutnya, diperlukan peningkatan fasiltas pelabuhan dan jaringan konektivitas pelayaran di pulau-pulau.
Menurut Marcus, kondisi geografis wilayah sangat berdampak pada pembangunan dan pengembangan yang cenderung dipengaruhi oleh karakteristik perbedaan potensi sumber daya dan ketersediaan infrastruktur.
Sistim transportasi harus disusun pada aspek-aspek perencanaan kebutuhan, perencanan jaringan prasarana dan pelayanan, penetapan alat angkut, rute, dan kebutuhan infrastruktur.
Narasumber lainnya Syarifuddin Dewa menjelaskan bahwa dengan Tol Laut terjadi konektivitas yang efektif, berupa kapal yang melayari secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia. Kapal ini dapat menjangkau dan mendistribusikan logistik ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.
Tujuannya, kata Syarifuddin, untuk menjamin ketersediaan barang dan mengurangi disparitas harga, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, disparitas harga ini belum tercapai. Konektivitas ini masih kurang optimal dan efektif.
Seperti dalam muatan Tol Laut tahun 2017, mencapai 212.865 ton. Jumlah ini hanya 41,2 persen dari target 517.200 ton. “Realisasi muatan baliknya hanya 20.274 ton atau 3,9 persen dari target 517.200 ton,” ujar Syarifuddin.
Contoh yang lain, kata Syarifuddin, jadwal Tol Laut di Natuna dua minggu sekali. Dengan jadwal yang cukup lama tersebut, membuat ikan harus dibekukan atau diawetkan dahulu. Jika ikan dijual segar maka harga jualnya bisa tinggi.*
Komentar tentang post