Darilaut – Untuk meningkatkan produksi cabai nasional memerlukan strategi pengelolaan agar mendapatkan hasil yang terbaik atau optimal.
Ada lima kunci untuk menghasilkan cabai yang optimal yang dikemas dalam satu teknologi produksi lipat ganda cabai, kata peneliti ahli madya Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rini Rosliani.
Lima kunci tersebut, yaitu, (1) varietas unggul, (2) persemaian sehat, (3) kepadatan populasi, (4) pengelolaan hara dan (5) pengendalian organisme pengganggu tanaman.
“Pemilihan varietas unggul harus sesuai dengan adaptasi varietas terhadap agroekosistem, preferensi petani dan pasar, produktivitas tinggi tahan terhadap hama dan penyakit,” kata Rosliani.
Persemaian sehat yaitu dengan melakukan cara-cara untuk mencegah apa pun yang akan masuk ke persemaian yang dapat mengganggu kesehatan tanaman seperti menggunakan rumah kasa/sungkup untuk tempat persemaian.
Rosliani mengatakan kepadatan populasi, yaitu dengan pengaturan jarak tanam dan pengaturan jumlah benih per lubang tanam. Kepadatan populasi tanaman dapat ditingkatkan sampai mencapai daya dukung lingkungan.
Pengelolaan hara harus dilakukan secara lengkap dan berimbang. Unsur hara yang diperlukan untuk tanaman cabai terdiri dari unsur hara esensial, unsur hara makro primer, unsur hara makro sekunder dan unsur hara mikro, ujar Rini.
Menurut peneliti ahli madya BRIN, Bagus Kukuh Udiarto, diperlukan strategi pengelolaan organisme pengganggu tanaman cabai ramah lingkungan dengan menggabungkan varietas tahan, teknik bercocok tanam, pengendalian fisik, pengendalian biologi dan pengendalian kimia terakhir.
Adapun implementasi pengelolaan organisme pengganggu tanaman cabai ramah lingkungan dimulai dari pemilihan varietas, dipersemaian, sebelum tanam, setelah tanam.
Udiarto mengatakan permasalahan cabai nasional lebih disebabkan oleh adanya serangan organisme pengganggu tanaman, terutama pada masa produksi cabai pada bulan-bulan hujan, serangan sangat tinggi, sehingga produksi sangat menurun dan penggunaan pestisida berlebih.
Peningkatan daya saing produk cabai nasional diperlukan dalam upaya memenangkan persaingan global melalui penerapan teknologi inovatif.
Penerapan inovasi dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi, mengembangkan produk yang unik untuk menciptakan segmen pasar baru, menghasilkan kreasi baru dalam pengemasan, pemasaran dan distribusi serta mempercepat delivery ke tangan konsumen dan lainnya.
Peneliti ahli utama BRIN, Budi Winarto, mengatakan, teknologi haploid adalah teknologi kultur jaringan yang dieksplorasi, dimanfaatkan, digunakan untuk menghasilkan satu atau beberapa hasil generasi gamet jantan atau betina untuk menghasilkan tanaman haploid dan/atau haploid ganda yang disebut juga dengan galur murni.
Teknologi ini dapat mendukung pemuliaan, mutasi, transformasi genetik, pemetaan genetik, genomik dan perbenihan. Teknologi ini dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
Pengembangan teknologi haploid pada cabai dapat dilakukan dengan cara, pertama, dengan kultur anther tetapi teknologi ini tidak efektif dan sangat dipengaruhi oleh genotype tanaman, kata Budi.
Kedua, kultur mikrospora, teknologi ini juga kurang efektif karena hanya menghasilkan sedikit embrio dan tanaman. Ketiga kultur shed microspore, teknologi ini sangat menjanjikan karena embrio dalam jumlah yang lebih besar.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Puji Lestari, mengatakan, fluktuasi produksi cabai setiap musim menyebabkan kenaikan harga cabai cukup signifikan sehingga mempengaruhi tingkat inflasi.
Pada musim hujan produksi cabai biasanya selalu rendah karena sebagian besar sawah ditanami padi dan di lahan kering banyak petani yang enggan menanam cabai karena risiko gagal panen tinggi,” kata Puji.
Belum lagi adanya dampak perubahan iklim global. Hal ini, menurut Puji, menyebabkan menurunnya kualitas dan produktivitas cabai dan berkembangnya populasi organisme pengganggu tanaman perlu untuk secara terus menerus diantisipasi.
Karena itu, kata Puji, penelitian yang mengarah pada peningkatan produktivitas, kualitas cabai dan pengelolaan terhadap organisme pengganggu tanaman secara berkesinambungan perlu terus dilakukan.
Hal ini disampaikan dalam acara yang digelar Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan (PRHP) BRIN, dengan tema “Teknologi Menjawab Tantangan dan Permasalahan Cabai Nasional” Senin (17/7) secara virtual.
Cabai merupakan komoditas sayuran komersial yang penting di dunia, bernilai ekonomi tinggi dan memberi banyak peluang keuntungan dari penjualan cabai segar, produk olahan hingga cabai keringnya.
Dalam perdagangan cabai secara global, tercatat 118 negara menjadi importir cabai dan 34 negara menjadi eksportir cabai.
Puji mengatakan terobosan inovasi teknologi baru pada cabai dapat difokuskan pada penggunaan benih unggul varietas lokal. Ini dapat dilakukan melalui penggalian potensi varietas cabai lokal yang telah terdaftar serta mendorong pendaftaran varietas lokal yang belum terdaftar serta perakitan varietas unggul.
Komentar tentang post