SECARA geografis perairan Gorontalo dan sekitarnya termasuk dalam kategori semi tertutup. Kedalaman perairan di Teluk Tomini, Gorontalo, mencapai 4000 meter dan merupakan tempat berkembang biaknya biota laut. Tipe pantainya bertebing curam dengan elevasi lereng pantai > 45 derajat, ditempati oleh aneka ragam jenis terumbu karang. Padatnya terumbu karang di perairan ini menjadi hunian dan berkembang biaknya aneka ragam ikan karang.
Sementara di wilayah bagian tenggara dan timurlaut Teluk Tomini merupakan bagian dari Laut Maluku yang merupakan tempat migrasinya ikan pelagis (tuna dll). Ikan pelagis seperti tuna tidak akan mencari makan hingga ke dasar laut yang dalamnya mencapai 4000 meter. Di Teluk Gorontalo terdapat arus global bergerak secara horisontal maupun vertikal (upwelling) yang membawa nutrien dari dasar laut sehingga sangat mengundang migrasi ikan ke wilayah tersebut.
Arus ini memegang peran untuk mendistribusikan nutrien dari bawah ke permukaan laut, serta mengendalikan salinitas. Tetapi akibat pencemaran limbah merkuri di perairan Gorontalo, populasi biota laut di perairan ini dikhawatirkan telah terkontaminasi logam berat. Faktor lain yang ikut berpengaruh adalah curah hujan yang tinggi di Gorontalo, yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan salinitas di perairan tersebut.
Curah Hujan
Kondisi ini terlihat dari data BMKG Gorontalo bahwa grafik curah hujan bulanan dan rata-rata bulanan selama lima tahun, yaitu Desember hingga April menunjukkan 111 sampai 420 milimeter. Pada bulan lainnya, berkisar antara 66 sampai dengan 103 milimeter.
Curah hujan maksimum selama periode lima tahun umumnya lebih dari 201 milimeter, sedangkan curah hujan maksimum normal terjadi pada bulan Januari. Curah hujan yang tinggi di daerah hulu, akan mengakibatkan banjir dan banyak memasok logam berat ke sungai Bone, hingga bermuara ke laut.
Muara Sungai Bone dan beberapa muara sungai besar yang bermuara di Teluk Tomini umumnya bermuatan limbah logam berat dari penambangan di daerah hulu. Contoh logam berat antara lain merkuri, sianida dan sulfida. Sianida adalah senyawa kimia yang terdiri dari 3 buah atom karbon yang berikatan dengan atom hidrogen. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid dan solid, yang dapat melepaskan anion CN- yang sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat.
Contoh HCN (hidrogen sianida) dan KCN (kalium sianida). Banyak sianida di lapisan tanah atau air berasal dari proses pabrik, serta fasilitas pengolahan air limbah publik. Sumber terbesarnya yaitu aliran buangan dari proses ekstraksi emas dari batuan di lokasi penambangan. Sementara sulfida bila terlarut dalam air akan bersifat asam. Larutan ini sangat berbahaya bagi manusia dan jika mengalir ke laut, biasanya biota laut tidak akan bertahan lama dan cenderung akan bermigrasi.
Demikian juga berkurangnya oksigen dalam air akan berakibat menurunnya laju metabolisme pada biota air yang akhirnya dapat berdampak pada kepunahan jenis-jenis ikan di sungai dan laut. Semakin berkurangnya kadar oksigen dalam air sungai dan laut menyebabkan penurunan populasi ikan-ikan kecil di daerah muara (estuari). Seperti nike, udang, kepiting dan lain-lain yang merupakan sumber pakan utama bagi ikan pelagis seperti ikan tuna, cakalang, barakuda dan jenis biota laut lainnya.
Penurunan kadar oksigen dapat disebabkan beberapa hal. Antara lain, pencemaran limbah dari penambang dan pabrik yang membuang limbahnya ke sungai, limbah rumah tangga seperti deterjen atau pun tumbuhan gulma akibat dari sedimentasi yang tinggi.
Disinyalir nilai parameter pH dan oksigen terlarut (DO) di Sungai Bone, Bolango dan beberapa sungai di Marisa dan Pohuwato sangat rendah. Ini akan sangat berpengaruh pada penurunan biota air sungai maupun biota laut di pesisir Teluk Tomini. Sehingga populasi ikan-ikan kecil yang menjadi sumber makanan ikan pelagis besar cenderung berkurang akibat kualitas air yang rendah.
Rusaknya DAS
Rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) di daerah Kabupaten Gorontalo Utara, Pohuwato, Marisa dan Sungai Bone di bagian hulu, akan menjadi pemicu menurunnya populasi biota laut di pesisir perairan Gorontalo. Kondisi ini berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan nelayan di perairan Gorontalo.
Dari hasil penelitian Balai Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo tahun 2010, kandungan merkuri pada bagian hulu hingga hilir sungai sudah mendekati ambang baku mutu sebesar 0,002 miligram per liter (mg/l). Sementara untuk kebutuhan oksigen biologis (biochemical oxygen demand/BOD) dan oksigen terlarut dalam air (dissolved oxygen/DO) di seluruh bagian sungai sudah melebih ambang batas. Artinya, air di sungai tersebut sudah tidak layak dikonsumsi.
Dari hasil penelitian tersebut, pada bagian hulu Sungai Bone, kandungan merkuri mencapai 0,0015 mg/l. Pada bagian tengah dan hilir masing-masing mengandung merkuri sebanyak 0,0010 dan 0,0011. Agar air sungai layak dikonsumsi masyarakat, kandungan merkuri di dalam air tidak boleh melebih 0,002 mg/l.
Hasil Tangkapan Ikan
Faktor penambangan liar (PETI) tanpa pengawasan dari Pemda setempat akan memperparah proses pengendapan sedimen di muara-muara sungai di Gorontalo. Akibatnya, sering terjadi luapan air yang bermuatan lumpur pada musim hujan dari beberapa sungai yang berpengaruh pada penurunan salinitas yang berdampak menurunnya populasi ikan di Teluk Tomini. Hal inilah yang dikeluhkan nelayan di Gorontalo bahwa pendapatan hasil lautnya cenderung berkurang, terutama ikan pelagis seperti tuna dan jenis biota laut lainnya.
Penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional menunjukkan bahwa telah terjadi migrasi ikan pelagis ke arah laut lepas jauh ke arah tenggara dari Teluk Gorontalo. Jika dilihat dari pola arus global (Wyrtki 1961) di perairan Teluk Tomini, maka pada dasarnya daerah Teluk Gorontalo sering terjadi arus vertikal (upwelling) yang mengundang banyak ikan pelagis untuk berada di Teluk Tomini Gorontalo.
Upwelling dan Arlindo
Upwelling artinya naiknya massa air dari lapisan bawah ke atas (permukaan air) yang kaya akan bahan makanan. Mekanisme inilah yang menyebabkan perairan menjadi subur. Namun tidak demikian halnya di Teluk Tomini Gorontalo. Menjadi pertanyaan besar mengapa terjadi penurunan tangkapan ikan oleh nelayan tradisionil di perairan Gorontalo. Sebab dari faktor oseanografi, daerah Teluk Tomini di lewati arus global yang dikenal dengan Arlindo (Arus Lintas Indonesia), yaitu arus yang membawa massa air dingin bergerak dari wilayah lintang tinggi (kutub utara) menuju equator yang banyak mensuplai nutrien yang kaya akan makanan sehingga perairan menjadi subur.
Menurut Groen (1965), upwelling banyak terdapat di perairan Indonesia, khususnya di selat-selat yang dilalui Arlindo. Bahkan hampir semua cekungan laut yang ada di Indonesia memiliki upwelling. Oleh sebab itu, proses seperti diatas, besar kemungkinan juga terjadi di tempat-tempat lain.
Perairan Indonesia bagian timur seperti Laut Maluku, Teluk Tomini, Laut Banda, Laut Arafura terkenal sebagai daerah upwelling yang subur. Ini terjadi karena pada musim timur, massa air di lapisan atas perairan tersebut terdorong oleh angin timur sampai ke Laut Natuna dan Laut China Selatan.
Arlindo cenderung dari arah timur laut yang terjadi pada bulan Oktober sampai bulan Januari (musim barat). Sementara perubahan arus terjadi pada bulan Februari-Maret hingga Mei (transisi ke musim timur) dengan arah cenderung dari baratdaya-selatan ke arah timurlaut. Kemudian pada bulan Agustus terjadi lagi perubahan arus dengan arah cenderung dari timurlaut ke arah baratdaya (Wirtky, 1961).
Arus ini mengalir secara horizontal dari Samudera Pasifik masuk lewat Laut Sulawesi, sebagian terus ke Selat Makasar, sebagian masuk Laut Maluku (Teluk Tomini), Laut Banda dan Laut Flores . Selanjutnya, keluar lewat Laut Timor dan Laut Sawu, masuk ke Samudera Hindia. Arlindo dengan suhu rendah dan salinitas yang tinggi (densitas), menyebabkan massa air tersebut bergerak di lapisan dalam (> 200 meter) yang banyak membawa zat makanan (nutrien).
Arlindo tersebut merupakan bagian penting dari arus-arus termoklin di dunia yang sangat menentukan terjadinya migrasi ikan pelagis seperti tuna, cakalang, barakuda dan lain-lain. Dengan terdapatnya aliran arus yang membawa zat hara (nutrien) ke Teluk Tomini, maka seharusnya perairan Teluk Tomini kaya akan ikan.
Faktor inilah yang menjadi pertanyaan, mengapa produksi ikan dari nelayan tradisional di Gorontalo menurun. Harus ada perhatian dari instansi yang terkait untuk memantau fenomena ini. Bukan tidak mungkin faktor tersebut disebabkan oleh polutan limbah logam berat (merkuri, sianida) yang bermuara ke laut.
Frekuensi pasokan limbah logam berat tersebut cenderung meningkat pada musim hujan, seperti yang ditunjukan pola arus global (Wirtky, 1961). Tampilan gambar di bawah ini menunjukkan bahwa pola arus permukaan bergerak ke arah timurlaut dengan kecepatan 25 cm/detik (musim timur). Pada bulan Juni arus di bagian timur Laut Gorontalo masih bergerak ke arah timurlaut, namun meningkat dengan kecepatan hingga 36 cm/detik (Gambar 1a).
Kondisi tersebut didukung oleh Field & Gordon dalam Hautala drr, (1994) bahwa pada musim timur, pergerakan arus dari Pasitik Utara rnemasuki perairan Indonesia melalui Laut Maluku (bagian timur Teluk Tomini Gorontalo), kecepatan arus terdeteksi kuat memasuki Laut Maluku bagian Utara. Kondisi inilah yang menjadi kendala bagi para nelayan dari Gorontalo. Pada bulan Desember (musim barat) arus di bagian timur Laut Gorontalo masih bergerak ke arah timurlaut namun dengan kecepatannya menurun yaitu hingga 12 cm/detik (Gambar 1b).
Delyuzar Ilahude, Peneliti Bidang Geologi Laut Dan Oseanografi, Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral.
Daftar Pustaka
Hautala, S.L., Reidd, J.L., and Bray, N, 1994. Water mass distribution on isopycnals in the Indonesian seas. Proceedings IOC-WESPAC Third In-ternational Scientific Symposium on Bali, Indonesia.
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report 2. Scripps Inst. Of Oceanography.
Groen, 1965. Waters of the sea, D. Van Nostrand Company Limited, London.
19 Januari 2018
Komentar tentang post