Darilaut – Teripang termasuk salah satu biota laut yang sudah lama diperdagangkan antarpulau. Namun, tidak semua jenis teripang yang hidup di laut dapat diperdagangkan.
Dari 400 spesies teripang yang ada di perairan Indonesia, hanya 56 jenis sebagai komoditi yang diperdagangkan untuk tujuan ekspor.
Salah satu spesies yang populasinya terus mengalami penurunan dan ditangkap di perairan Indonesia adalah teripang pasir (Holothuria scabra).
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Haryono, mengatakan, LIPI melalui Balai Bio Industri Laut (BBIL) telah mengembangkan teknologi budidaya hingga pengolahan produk teripang pasir. Budidaya ini telah siap alih teknologi untuk industri maupun Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Menurut Agus, teripang pasir merupakan komoditas laut sangat dibutuhkan bagi manusia yang saat ini produksi dan kelestarian sumberdayanya semakin menurun.
Dalam acara webinar “Teknologi Budidaya Teripang Pasir (Holothuria Scabra)” Rabu (22/7), Agus mengatakan, meskipun sangat sulit, studi LIPI berhasil mengembangkan teknologi budidaya teripang pasir.
Untuk melakukan budidaya teripang pasir, peneliti BBIL LIPI Lisa Fajar Indriana memberikan 7 tips tahapan teknologi sebagai berikut:
(1) Seleksi Induk, (2) Pemijahan, (3) Pemeliharaan Larva, (4) Fase Penempelan (5) Pendederan, (6) Pembesaran dan (7) Panen dan Paska Panen.
Menurut Lisa, selama ini produksi teripang umumnya diperoleh dari penangkapan di alam. Akibatnya, semakin hari menjadi sulit dicari.
Ketersediaan teripang pasir di alam, makin terbatas. Di sisi lain, permintaan pasar tinggi.
Selanjutnya, LIPI melakukan studi untuk pengembangan teknologi budidaya teripang pasir.
Secara global, menurut Lisa, adanya penangkapan berlebih (banyak) di alam yang tanpa memperhatikan ukuran, akan menurunkan populasi dan produksi teripang pasir.
Apalagi. teripang pasir telah diusulkan dalam daftar biota yang terancam punah (Red List of Threatened Species IUCN).
Teripang sudah diperdagangkan lebih dari 1000 tahun. Tujuan utama ekspor ke Cina, Hongkong dan Singapura.
Menurut Lisa, sebaran teripang pasir di dunia mayoritas di Perairan Indo-Pasifik, Asia, Afrika, dan dapat ditemukan di kurang lebih 26 negara.
Meski sudah lama sebagai komoditi internasional, dan tersebar di banyak perairan di Indonesia, teripang belum familiar untuk dikonsumsi sehari-hari.
Staf Ahli di BBIL LIPI, Sigit A.P Dwiono, mengatakan, terkait dengan teknologi budidaya, tahapan pendederan adalah salah satu kegiatan produksi pembesaran benih di laut.
Persyaratan untuk lokasi pendederan, yaitu, perairan relatif tenang, terlindung bebas dari gelombang dan arus keras. Selanjutnya, jauh dari sungai atau tidak ada banjir dari darat.
Dasar kurungan masih tergenang sekitar 5 cm saat surut rendah, dasar perairan pasir berlumpur atau lumpur berpasir.
Kemudian, dekat padang lamun dan hutan bakau, serta tidak ada polutan.
Studi untuk lokasi pembesaran benih ini telah dilakukan di perairan Lombok. Hasil pertumbuhan teripang pasir di Sunut, Lombok Timur, tercatat cukup baik dengan ukuran kisaran 0.19 – 1,35g/hari.
Sebelumnya, dalam pengembangan budidaya teripang pasir di Lombok Timur, peneliti LIPI bersama kelompok masyarakat, memadukan kearifan lokal setempat.
Caranya, dengan membuat kesepakatan lokasi zona inti untuk restocking (penebaran) teripang. Hasilnya, selama 6 bulan kemudian teripang dapat dipanen dengan bobot sekitar 50 gram.
Kearifan lokal ini disebut awig-awig (aturan adat). Lokasi berada di Teluk Sunut dan Tanjung Ringgit, Sekaroh, Jerowaru, Lombok Timur.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan, kegiatan penelitian dan implementasi melibatkan kelompok masyarakat telah berhasil dalam mengelola kawasan pantai serta melakukan restocking teripang.
Menurut Nuke, terdapat delapan desa di sekitar perairan Teluk Sunut yang dijadikan batas sosial, karena warga desa tersebut umumnya memiliki kepentingan dan memanfaatkan sumberdaya perairan yang sama. Wilayah administratif desa-desa tersebut dijadikan batas sosial untuk mengelola kawasan dengan aturan adat.*
Komentar tentang post