Darilaut – Pengelolaan ketahanan air, ketersediaan pangan dan kemandirian energi sangat penting tidak hanya sekarang, namun juga di masa mendatang.
Terjangan pandemi Covid-19 saat ini ini telah mempengaruhi pencapaian target Sustainable Development Goals (SGDs) Indonesia. Terutama dalam upaya menjamin ketahanan air, pangan maupun energi secara nasional.
Saat membuka webinar regional bertema “Water – Food – Energy Security Towards SDGS in New Normal Era”, Kamis (23/7), Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Laksana Tri Handoko mengatakan, perlu dilakukan penataan, tata kelola, dan koordinasi ulang untuk mencapai target SDGs tersebut.
Menurut Handoko, kolaborasi webinar antara Asia Pacific Centre for Ecohydrology (APCE)-LIPI dengan Direktorat Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup, Kementerian Luar Negeri dilakukan untuk memahami hubungan tiga sektor ketahanan air, pangan maupun energi guna mendukung target pembangunan berkelanjutan selama dan pascapandemi.
LIPI, kata Handoko, secara khusus memiliki fokus riset untuk mendukung tiga aspek ketahanan tersebut. Sudah lama topik air dan pangan telah menjadi fokus riset.
LIPI bahkan telah melakukan riset pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan. Riset pangan fokus pada penciptaan nilai tambah dari pangan lokal dari sumber daya alam darat maupun laut. Riset energi fokus pada pengembangan energi berbasis sumber daya alam nabati, dan perkembangan teknologi dengan energi baru terbarukan seperti kendaraan listrik.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian A Ruddyard mengatakan, seluruh problem yang muncul termasuk masalah air, pangan dan energi perlu segera diatasi. Saat ini adalah dekade untuk aksi pencapaian SDGs 2030.
Indonesia mengedepankan SDGs sebagai framework dalam usaha pemulihan pasca pandemi. Usaha ini harus mengutamakan pendekatan interlinkages untuk memajukan beberapa capaian sekaligus.
Menurut Direktur Eksekutif APCE-UNESCO Ignasius Dwi Atmana Sutapa, saat ini Asia Pasifik dihadapkan pada lima isu persoalan air. Salah satunya terkait perubahan iklim seperti yang diungkap Direktur UNESCO, Shahbaz Khan.
“World Resources Institute memprediksikan pada tahun 2040, Indonesia termasuk dalam kategori high water stress, apabila tidak segera melakukan upaya-upaya signifikan untuk ketahanan air,” katanya.
Ignasius yang juga profesor riset pada Pusat Penelitian Limnologi LIPI mengingatkan di masa mendatang, air tidak lagi menjadi sumber daya, melainkan menjadi aset penting bagi keberlangsungan sektor pangan dan energi. Riset, inovasi dan teknologi sangat diperlukan sebagai dasar pengelolaan sumber daya air.
“Konsep pendekatan ecohydrology sangat dibutuhkan, karena harus dilakukan secara holistik,” ujar Ignasius.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi mengatakan, pemerintah telah menyiapkan kebijakan untuk peningkatan ketersediaan pangan di era new normal. Kebijakan ini terbagi dalam empat cara bertindak, yaitu peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, dan pengembangan, pertanian modern.
Sementara itu, Kepala Biro Fasilitas Kebijakan Energi dan Persidangan, Dewan Energi Nasional Sugeng Mujiyanto selaku mengatakan, ke depan energi menjadi modal. Kemandirian energi sebagai modal dan optimalisasi pemanfaatan energi diperlukan untuk pembangunan ekonomi, penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja.
Sugeng mengharapkan penggunaan dan impor energi semakin sedikit dan perlu dilakukan pengembangan renewable energy. Selain itu, konservasi energi, perubahan perilaku penggunaan energi, serta penyimpanan energi untuk mencukupi ketersediaan energi di masa depan.*
Komentar tentang post